Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Selasa, 10 Maret 2020 | 21:00 WIB
Kondisi terkini depan pabrik TKP tabrakan yang menewaskan 4 Buruh mogok kerja di Pasuruan. [Suara.com/Arry Saputra]

SuaraJatim.id - Aksi mogok kerja yang dilakukan buruh pabrik air minum kemasan di Jalan Raya Suwayuwo, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Pasuruan dilakukan sejak Januari. Mogok kerja ini sudah dilakukan dua kali.

Hal itu disampaikan seorang perwakilan DPC Serikat Pekerja Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Lomenik Yasin saat ditemui di lokasi, Selasa (10/3/2020).

Ia mengungkapkan, selama ini para pekerja atau buruh di pabrik tersebut hanya menerima upah sebesar Rp 1,5 Juta-Rp 2 Juta. Seharusnya mereka mendapatkannya sesuai dengan Upah Minimum Kerja (UMK) Kabupaten Pasuruan sebesar Rp 4,190,133.

"Ada yang sudah 13 tahun itu Pak Doni Fatofa dan Pak Ahmad Yani, tujuh tahun mendapatkan upah segitu. Mereka juga menjadi korban kecelakaan sampai meninggal dunia saat melakukan mogok kerja di depan pabrik," kata Yasin kepada kontributor Suara.com pada Selasa (10/3/2020).

Baca Juga: Istri Buruh yang Tewas Ditabrak Mobil Saat Mogok Kerja Sedang Hamil 9 Bulan

Yasin mengatakan, tuntutan atas hak menerima upah tersebut sebelumnya sudah pernah dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Pasuruan hingga ke Balai PPNS di Pandaan.

"Sudah pernah dilaporkan dan tim unit reaksi cepat datang ke sini untuk tahu hasilnya. Di situ ada nota pemeriksaan khusus yang dikeluarkan untuk kami bisa menjadi karyawan tetap. Dikeluarkan per tanggal Januari. Terkait nota status pemeriksaan khusus beralih menjadi karyawan tetap sudah dikeluarkan," jelas Yasin.

Namun, sementara terkait upah jam kerja dan tunjangan lainnya masih belum ada kejelasan. Yasin pun mempertanyakan hal tersebut. Bahkan beberapa kali diundang oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Pasuruan, pihak pabrik selalu menolaknya.

"Perusahaan pernah diundang dinas terjaga kerja Kabupaten Pasuruan lewat kuasanya menyampaikan menolak diadakan sidang mediasi yang dilakukan oleh dinas Kabupaten Pasuruan. Perusahan dikirimi surat nota penetapan pegawai tetap, upah terus BPJS juga tidak mau menjalankan," ujarnya.

Yasin mengaku, sebelum melakukan mogok kerja tersebut, buruh sudah mencoba melakukan perundingan bipartit (perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial) sebanyak tiga kali pada November-Desember 2019.

Baca Juga: Tak Hanya Kecelakaan, Buruh Peserta Aksi Pernah Bentrok dan Motornya Dicuri

"Hasilnya perusahaan tidak mau, akhirnya per tanggal 4 Januari, kami melakukan mogok kerja. Yang jadi pertanyaan kami, ada apa dengan pemerintah Kabupaten Pasuruan, dinas tenaga kerja kabupaten, pegawai pengawas, bupati, kapolres? Kenapa membiarkan aksi ini berlarut larut sampai menghilangkan nyawa teman-teman kami. Coba lebih proaktif dengan slogan cettar Khofifah itu," tanyanya.

Bahkan ketika melakukan aksi mogok kerja, para buruh mendapatkan tindakan tak mengenakan berupa bentrok dengan preman yang diduga suruhan pabrik dan motor dicuri. Bahkan yang lebih nahas, kejadian terakhir saat mogok kerja membuat 4 buruh meninggal dunia dan dua orang luka akibat tabrakan mobil.

Pihak perusahaan pun, kata Yasin, tak memberikan santunan apapun kepada orang yang menjadi korban insiden kecelakaan pada Selasa (10/3/2020) pukul 01.15 WIB tersebut.

"Perusahaan ini walaupun banyak yang meninggal dan luka, mobil masih bongkar muat seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Dari perusahaan, tidak kasih santunan ke yang meninggal kondisi seperti tidak terjadi apa-apa."

Kontributor : Arry Saputra

Load More