Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Selasa, 10 November 2020 | 11:50 WIB
K.H.R. As'ad Syamsul Arifin (Wikipedia)

Kelak, para bajingan itu menjadi bagian dari pasukan Pelopor yang legendaris itu. Anggota Pelopor ini tersebar di Situbondo, Bondowoso, Jember dan Banyuwangi. Mereka menjadi orang baik, meninggalkan hal-hal buruk yang mereka lakukan.

Tak lama kemudian, tulis Smasul A Hasan dalam bukunya, Pesantren Sukorejo dipenuhi oleh "santri" baru, yakni para bajingan dari Madura dan beberapa wilayah di Tapal Kuda Jatim. Kiai As'ad kemudian memberi motivasi kepada mereka untuk menempuh jalan mulia, yakni berjuang melawan penjajah.

Kiai As'ad kemudian mempercayakan pelatihan olah fisik dan rohani untuk para bajingan itu kepada Mabruk dan Abdus Shomad, santrinya yang telah mendalami ilmu kanuragan. Tidak hanya dilatih fisik, mereka juga diberi amalan atau ijazah dzikir agar mereka selamat dari serangan musuh, yang di lingkungan budaya Madura dikenal sebagai "jaza'".

Bahkan, KH Syamsul Arifin, abah dari Kiai As'ad, juga turut membekali "jaza" kepada para bajingan itu. Beberapa dari mereka juga diajari ilmu menghilang yang biasa digunakan oleh anggota Pelopor untuk mencuri senjata di gudang penjajah.

Baca Juga: SM Amin Diberi Gelar Pahlawan, Begini Kata Gubri

Maka, kata Samsul A Hasan, ketika pecah pertempuran 10 Novermber 1945, pasukan mantan bajingan ini juga ikut ambil bagian, khususnya di wilayah Tanjung Perak, Jembatan Merah dan di wilayah Wonokromo, Surabaya. Mereka dimobilisasi dari Situbondo dan sekitarnya dengan menggunakan kereta api. Agar tidak ketahuan musuh, pasukan itu diberangkatkan secara bergelombang.

Sejarah kemudian mencatat bahwa pertempuran tidak seimbang antara pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Mallaby itu mengalami kekalahan, bahkan sang jenderal tewas di tangan Arek-Arek Suroboyo bersama kekuatan masyarakat lain di Jatim itu, termasuk mantan bajingan binaan Kiai As'ad.

Peristiwa itu kemudian diabadikan oleh keputusan negara sebagai Hari Pahlawan. Pemerintah juga menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada KHR As'ad Syamsul Arifin pada 9 November 2016.

Terkait pilihan Kiai As'ad untuk memberdayakan kaum bajingan itu, Pengasuh Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo KHR Ahmad Azaim Ibrahimy mengatakan ada sejumlah pelajaran penting yang bisa dimaknai oleh generasi saat ini.

Menurut ulama muda kharismatik ini, upaya Kiai As'ad memberdayakan para bajingan untuk mengusir penjajah itu memberi pelajaran tentang berprasangka baik terhadap manusia dan lebih tinggi lagi kepada Allah.

Baca Juga: Hari Pahlawan Nasional: Berikut Daftar Kata Mutiara Para Pahlawan Tanah Air

"Prasangka baik kita ini adalah energi yang luar biasa. Kita saat ini sedang krisis energi positif. Jadi, seburuk apapun tampilan orang, kita harus selalu berprasangka baik kepada Allah. Allah yang bisa membolak balikkan hati. Yang dulunya dinilai tidak bermanfaat, bisa menjadi bermanfaat, bahkan hingga akhir hayatnya," tutur cucu dari Kiai As'ad ini.

Load More