SuaraJatim.id - Sejumlah pegiat antikorupsi tergabung dalam Malang Corruption Watch (MCW) menggelar aksi bertepatan dengan pemungutan suara Pilkada Kabupaten Malang di Bundaran Tugu Kota Malang, Rabu (9/12/2020).
Dalam aksi tersebut mereka menyerukan awasi politik korupsi dari kepentingan pemodal di pilkada serentak ini.
Ya, aksi bertepatan dengan peringatan Hari Anti Korupsi Internasional itu menjadi momentum pagiat antikorupsi menyerukan mewaspadai lahirnya benih korupsi dari proses Pilkada.
Sikap itu bukan tanpa dasar. Divisi Indoksi MCW Miri Pariyas, mengatakan Pilkada 2010 di Kabupaten Malang terbukti terjadi korupsi politik.
Fakta persidangan kasus korupsi yang menjerat mantan Bupati Malang sebelumnya (inisial RK) memberikan gambaran secara gamblang terjadinya korupsi politik. Tepatnya gambaran jelas bagaimana relasi cukong (pemilik modal) dengan pasangan calon.
Menurut dia, pilkada menjadi lahan bisnis para penguasa lokal guna di daerah, baik dalam hal pengaturan pengadaan barang dan jasa, mempermudah izin usaha cukong dan pembuatan peraturan daerah yang cenderung mengakomodasi kepentingan cukong.
"Korupsi politik sangat dekat dengan cukong. Elit politik, partai politik, paslon melakukan permufakatan jahat dengan cukong guna pembiayaan pemenangan pasangan calon," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, hasil penelitian Mendagri tahun 2015 menyatakan bahwa Pilkada tahun 2015 menunjukkan biaya politik yang harus dikeluarkan untuk memenangkan kontestasi cukup tinggi.
Guna merebutkan kursi bupati atau walikota, biaya yang harus dikeluarkan oleh paslon mencapai Rp 20 miliar - Rp 30 miliar. Sedangkan untuk pemilihan gubernur mencapai Rp 20 miliar - Rp 100 miliar.
Baca Juga: Meskipun Sempat Dimakzulkan, Faida Yakin Menangi Pilkada Jember Lagi
Temuan Kemendagri tersebut diperkuat oleh survei yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada sejumlah paslon kepala dan wakil kepala daerah.
Survei dilakukan kepada pasangan calon yang kalah dalam kontestasi Pilkada 2017 dan 2018 menunjukkan bahwa pada Pilkada 2017, sebanyak 82,3 persen paslon menyatakan dibantu oleh pemodal.
Sedangkan pada Pilkada 2018, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dibantu pemodal sebanyak 70,3 persen.
"Hanya sedikit pasangan calon yang membiayai proses pilkada dari uangnya sendiri dan sumber-sumber pendanaan yang legal," katanya.
Kontributor : Aziz Ramadani
Berita Terkait
-
Meskipun Sempat Dimakzulkan, Faida Yakin Menangi Pilkada Jember Lagi
-
Kemendagri Turun Langsung Pantau Pilkada Serentak di Tangsel
-
Lihat Stiker Lawan Masih Nempel Dekat TPS, Petahana: Goblok, Piye Tho..?
-
Pilkada Depok dan Tangsel Dijaga 4.300 Personel TNI-Polri
-
Petahana Ogan Ilir Ilyas Panji: Siapapun yang Menang, Kita Harus Bersatu
Terpopuler
- Siapa Pencipta Sound Horeg? Ini Sosok Edi Sound yang Dijuluki Thomas Alva Edisound dari Jawa Timur
- Jelang Ronde Keempat, Kluivert Justru Dikabarkan Gabung Olympique Lyon
- Bupati Sleman Akui Pahit, Sakit, Malu Usai Diskominfo Digeledah Kejati DIY Terkait Korupsi Internet
- Akal Bulus Dibongkar KPK, Ridwan Kamil Catut Nama Pegawai Demi Samarkan Kepemilikan Kendaraan
- Pemain Keturunan Purwokerto Tiba di Indonesia, Diproses Naturalisasi?
Pilihan
-
Pemain Keturunan Indonesia Sukses Kalahkan Marcus Rashford, PSSI Gak Minat Naturalisasi?
-
Striker Vietnam U-23 Tak Takut dengan Suporter Timnas Indonesia
-
7 Sepatu Lari Murah 200 Ribuan untuk Pelajar: Olahraga Oke, buat Nongkrong Juga Kece
-
Masih Layak Beli Honda Jazz GK5 Bekas di 2025? Ini Review Lengkapnya
-
Daftar 5 Mobil Bekas yang Harganya Nggak Anjlok, Tetap Cuan Jika Dijual Lagi
Terkini
-
DPRD Jatim Soroti Regrouping Sekolah: Harus Dicegah Sejak Dini
-
Revitalisasi Tambak Bisa Sejahterakan Petambak, DPRD Jatim: Asal Tak Salah Langkah
-
Catat! 5 Kebiasaan Nabi Muhammad SAW Setelah Sholat Subuh
-
Sound Horeg Dilarang Tampil di HUT Kemerdekaan RI
-
Dapatkan Kartu Kredit BRI Sesuai Gaya Hidup Anda Sekarang, Bisa Diajukan Secara Online