Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Kamis, 28 Januari 2021 | 13:11 WIB
Eri Cahyadi - Armuji saat teken kontrak dukungan sama Pemuda Pancasila Surabaya (Foto: Dimas Angga)

SuaraJatim.id - Tim Hukum Eri Cahyadi dan Armuji menilai, tuntutan yang diajukan pasangan calon Machfud Arifin dan Mujiaman dalam gugatan sengketa Pilkada Surabaya di Mahkamah Konstitusi (MK), sangat tidak berdasar.

Di antaranya adalah tuntutan untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh wilayah Kota Surabaya, alias harus ada Pilkada ulang di Surabaya.

"Petitum (tuntutan) pemohon (Machfud-Mujiaman) kami nilai sangat tidak berdasar, tidak memenuhi kaidah hukum, dan tidak masuk akal," ujar kuasa hukum Eri-Armuji, Arif Budi Santoso, Kamis (28/1/2021).

Arif mengatakan, dalam petitumnya, Machfud-Mujiaman tidak menerangkan tentang perselisihan hasil perolehan sebagai obyek perkara yang semestinya menjadi syarat formil permohonan sengketa Pilkada di MK.

Baca Juga: Setim Lagi, Dua Eks Bomber Persebaya Ini Gabung Klub Malaysia Terengganu FC

"Di petitum mereka sama sekali tidak mendalilkan perselisihan hasil perolehan suara dengan Pihak Terkait yaitu Eri-Armudji. Di dalamnya juga tidak ada argumentasi tentang kesalahan penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon yaitu KPU. Juga tidak ada hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon sebenarnya berapa, tidak dijelaskan sama sekali," kata Arif.

Sehingga, lanjut dia, patut dipertanyakan gugatan ke MK dilayangkan oleh Machfud-Mujiaman hanya karena kalah dalam Pilkada, bukan karena terkait pelanggaran maupun kesalahan mulai pemungutan hingga penghitungan suara.

Arif menambahkan, Machfud-Mujiaman dalam permohonannya juga tidak melakukan bantahan terhadap hasil perhitungan suara yang ditetapkan KPU Surabaya alias pihak termohon.

Sesuai hasil rekapitulasi KPU, Eri-Armuji meraup 597.540 suara, sedangkan Machfud-Mujiaman 451.794 suara, dengan total suara sah 1.049.334. Terdapat selisih lebih dari 145.000 suara.

"Mereka sama sekali tidak membantah hasil perhitungan suara. Yang dilakukan hanya menyampaikan contoh-contoh peristiwa yang dipenuhi prasangka, tanpa ada kaitan dan signifikansinya dengan perolehan suara," ujarnya.

Baca Juga: Karyawan Tak Pakai Masker di Perkantoran Surabaya Didenda Rp 250 Ribu

Dia juga menyoroti soal tuntutan pemungutan suara ulang di seluruh Surabaya alias pilkada ulang. Padahal, di setiap tingkatan, Machfud-Mujiaman memiliki saksi, mulai tingkat TPS sampai kota.

"Semua tahapan rekapitulasi tidak ada pihak yang menyampaikan keberatan. Jadi mengapa sekarang menuntut?" ujarnya.

"Pihak Machfud-Mujiaman tidak menyampaikan dalil yang jelas. Misalnya, mengapa di TPS A sampai Z, misalnya, harus dilakukan PSU. Termasuk apakah pemohon telah mengajukan keberatan sesuai mekanisme hukum pemilu, dan apakah ada rekomendasi dari pengawas pemilu yang memerintahkan termohon untuk melakukan PSU di seluruh kota, itu semuanya tidak diuraikan," imbuh Arif.

Di Surabaya, Bawaslu hanya pernah merekomendasikan satu PSU di TPS 46 Kelurahan Kedurus, Karang Pilang, karena kesalahan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam memberikan nomor ke sejumlah surat suara

"Dengan demikian, jelas bahwa memang antara posita (rumusan dalil) dan petitum pemohon itu tidak nyambung. Jadi ini ada kesan asal menggugat saja, tanpa menyajikan argumentasi yang layak dipertanggungjawabkan," terangnya.

Kontributor : Dimas Angga Perkasa

Load More