Scroll untuk membaca artikel
Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Kamis, 10 Juni 2021 | 06:22 WIB
ilustrasi pengantin tebu. - Mengenal Tradisi Manten Tebu, Ritual Awal Musim Giling di Kediri. [Shutterstock]

SuaraJatim.id - Pabrik Gula (PG) Meritjan yang ada di Mojoroto, Kediri, Jawa Timur memiliki tradisi unik saat akan melakukan giling tebu. Tradisi tersebut yakni menikahkan dua batang tebu sebelum masuk ke penggilingan. Tradisi yang terjadwal tiap tahun ini disebut Manten Tebu atau Pengantin Tebu.

Beberapa hari menjelang prosesi mantenan tebu, jalanan di kawasan Pabrik Gula Meritjan dipenuhi lapak-lapak pedagang kaki lima. Bahkan panitia acara mulai pagi hingga malam hari menyuguhkan berbagai kesenian rakyat sebagai hiburan.

Untuk prosesi mantenan tebu sendiri diadakan oleh masyarakat setempat, Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) dan jajaran pengurus Pabrik Gula Meritjan. Mantenan ini digelar sebagai pertanda musim giling tebu telah dibuka. Setelah para petani tebu menuai hasil panen melimpah. Karenanya untuk mengiringi rasa syukur pada Sang Kuasa digelar mantenan tebu.

Dengan dipimpin tokoh adat setempat, ritual mantenan dimulai. Lengkap diiringi beberapa orang berpakaian ala Jawa dengan mengenakan beskap. Mereka mengawali prosesi ini dengan melakukan kirab terlebih dahulu.

Baca Juga: 5 Tradisi Unik Suku Dayak, Tak Hanya Kuping Panjang

Di dalam kirab yang menempuh jarak 2 kilometer, di baris paling depan beberapa orang berpakaian adat Jawa terlihat membawa tandu yang dinaiki sepasang pengantin tebu. Pasangan pengantin ini hanyalah boneka yang terbuat dari tebu. Layaknya pasangan manusia, tebu didandani dengan riasan menyerupai lelaki dan wanita.

Kirab berjalan perlahan menuju ke Pabrik Gula Meritjan untuk dilanjutkan masuk ke tempat penggilingan tebu. Sampai di pabrik, rombongan pengantin disambut meriah oleh tarian jaranan Kediri.

Gending Jawa pun mengiringi jalannya prosesi. Sementara itu beberapa pejabat Muspida Kediri dan administratur PG Meritjan bersiap untuk menerima seserahan pasangan manten tebu yang dibawa oleh sesepuh desa setempat.

Pasangan manten tebu pun telah diserahkan untuk kemudian dibawa beramai-ramai menuju tempat penggilingan tebu. Saat menuju ke sana, di belakang tandu pengantin ada 13 batang tebu yang dibawa oleh para pengiring mantenan sebagai simbol rendemen. Selain itu, ada pula beberapa orang yang membawa kembang mayang, dan janur kuning. Persis layaknya pernikahan pada tradisi Jawa.

Setelah itu, pasangan mantenan tebu, 13 batang tebu, kembang mayang, dan janur kuning dibawa masuk ke ruang penggilingan tebu. Tak berselang lama, sepasang boneka mantenan tebu dimasukkan ke dalam mesin penggilingan. Menyusul kemudian 13 batang tebu, kembang mayang, dan janur kuning. Semua digilas habis hingga berurai oleh mesin penggilingan.

Baca Juga: Tradisi Pengantin Menebar Ikan di Klaten

Sejarah mantenan tebu sendiri bermula dari kebiasaan Raden Sardono yang sangat mencintai tumbuh-tumbuhan. Salah satunya adalah tebu.

Dalam hidupnya, Raden Sardono tak pernah berhenti untuk mensyukuri hasil bumi ini. Hingga suatu saat Raden Sardono berpesan pada sang istri Dewi Sri, sebagai lambang kesuburan, dirinya harus terus melestarikan segala jenis tumbuhan maupun tanaman. Karena dengan merawat dan menjaga dengan baik, niscaya Sang Kuasa memberikan hasil bumi yang melimpah ruah.

Karena itu, untuk menghargai jasa Raden Sardono dan Dewi Sri, masyarakat petani tebu di Mojoroto Kediri menggelar upacara adat mantenan tebu.

Di samping itu inti daripada acara ini adalah untuk meminta berkah kepada Sang Kuasa, agar dalam proses memasuki musim giling tebu di PG Meritjan dapat berjalan lancar, hasil panen senantiasa melimpah, dan semua orang yang terlibat selamat.

Kontributor: Fisca Tanjung

Load More