SuaraJatim.id - Indonesia merupakan negara yang terletak di garis khatulistiwa. Hal ini menyebabkan curah hujan yang terjadi di Indonesia intensitasnya cukup tinggi. Musim hujan di Indonesia, dulunya dapat diprediksi yakni akan terjadi sekitar bulan Oktober hingga Maret.
Proses ini dipengaruhi juga karena Indonesia terdiri atas dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.
Hujan merupakan berkah bagi makhluk hidup, karena makhluk hidup bergantung pada air untuk bertahan hidup.
Hujan terbagi menjadi dua jenis yakni hujan normal dan hujan asam. Secara keseluruhan hujan yang normal adalah hujan yang tidak mengandung polutan.
Kemudian bagaimana dengan hujan asam? Hujan asam adalah hujan yang terjadi karena kegiatan erupsi gunung berapi dan aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, pabrik, dan lain sebagainya. Hujan asam adalah hujan yang berbahaya bagi makhluk hidup.
Hujan asam memiliki karakteristik khusus yang menjadi ciri khasnya.
Hujan asam memiliki ciri-ciri yakni Ph di bawah 5,7, terjadi karena peningkatan asam nitrat dan sulfat di polusi udara, karena adanya peningkatan sulfur dioksida dan nitrogen oksida di atmosfer.
Hujan asam menyebabkan gatal-gatal, dan apabila masuk ke dalam tubuh, hujan asam dapat menyebabkan pusing dan muntah.
Hujan asam terjadi setelah melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut yakni terdapat aktivitas alam maupun manusia yang menimbulkan gas penyebab hujan asam seperti karbon monoksida, karbon dioksida, sulfur dioksida dan hidrogen sulfur.
Baca Juga: DMI: 65 Persen Umat Islam Indonesia Tidak Bisa Baca Alquran
Setelah itu, penguapan air yang ada di bumi. Kemudian uap tersebut bertemu dengan gas-gas di atas sehingga menjadi hujan asam.
Uap air yang bertemu dan bercampur dengan karbondioksida, karbonmonoksida serta hidrogen sulfur dan sulfur oksida menyebabkan air tercemar.
Keempat hal di atas bertemu dan menghasilkan asam yang bersifat lemah dan kuat. Kandungan yang tercampur tersebut terbawa oleh angin dan makin ke atas. Ketika sudah di atas, gas yang bercampur dengan uap air akan mengalami penyerapan di awan dan jatuhlah menjadi titik-titik air.
Titik-titik air itulah yang disebut dengan hujan asam.
Terdapat fakta terkait dengan hujan asam. Hujan asam akan meningkat intensitasnya apabila terjadi saat revolusi industri.
Jenis industri yang paling banyak menyebabkan hujan asam adalah industri yang menyebabkan polusi udara karena pembuangan sisa pembakaran.
Berita Terkait
-
Doa Buruk Malaysia Usai Timnas Indoensia U-22 Tersingkir dari SEA Games 2025
-
Klasemen Akhir Sepak Bola SEA Games 2025: Filipina Lolos, Indonesia Tersingkir Menyakitkan
-
Timnas Indonesia U-22 Angkat Koper Lebih Cepat dari SEA Games 2025, Indra Sjafri Dipecat?
-
Dany Amrul Ichdan Ajak Civitas Akademika Wujudkan Indonesia Naik Kelas Sebagai Gerakan Moral Bangsa
-
Dari Perusahaan Pembiayaan Hingga Infrastruktur, Ini Rencana BYD di Indonesia Tahun 2026
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
CERPEN: Liak
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
Terkini
-
Banjir Lamongan Rendam 328 Hektare Sawah Warga, 13 Dusun Terdampak
-
Bubuk Mercon Diduga Penyebab Ledakan di Pacitan, 3 Rumah Hancur!
-
Heboh Ledakan Hancurkan 3 Rumah di Pacitan, Sejumlah Warga Luka-luka
-
BRI Perluas Layanan Lewat AgenBRILink untuk Akses Keuangan Merata, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik
-
Gubernur Khofifah Sapa Warga di Pasar Murah Bangkalan: Logistik Masyarakat Jelang Nataru Dipenuhi