SuaraJatim.id - Melejitnya harga cabai rawit belakangan ini, nyatanya tak berbanding lurus dengan penghasilan para petani di Mojokerto.
Mereka mengaku tetap merugi lantaran kenaikan harga cabai tak berbarengan dengan musim panen cabai.
Seperti yang disampaikan Wardi, petani cabai asal Dusun Gangsir, Desa Cinandang, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto ini.
Wardi yang sudah puluhan tahun menjadi petani cabai ini mengaku tetap mengalami kerugian meskipun harga cabai rawit melonjak drastis belakangan ini.
Baca Juga: Harga Cabai Rawit di Gresik Melejit Tinggi Per 1 Kilogramnya, Nyaris Setara Daging Sapi
"Tetap rugi, karena kenaikan harga ini tidak saat panen raya beberapa bulan lalu. Panen terakhir, bulan Februari tapi kenaikan harganya baru pertengahan bulan ini," kata Wardi, Selasa (28/6/2022).
Wardi mengungkapkan, pada musim panen raya bulan Februari 2022 lalu, harga cabai rawit di tingkat petani hanya Rp 3.500 perkilogram. Sehingga ia dan banyak petani lainnya yang sengaja membiarkan buah cabainya layu dan membusuk di ladang.
"Ya saya biarkan, karena harga cabai saat panen raya itu cuma Rp 3.500 perkilogram. Tidak cukup untuk balik modal saja," ungkap petani berusia 41 tahun ini.
Untuk kebutuhan tanam dan sekali perawatan saja, kata Wardi, dibutuhkan biaya sebesar Rp 500 ribu untuk ukuran lahan seluas 200 bata atau sekitar 2.500 meter persegi. Padahal, tanaman cabai rawit membutuhkan minimal 4 kali perawatan sejak awal tanam hingga panen.
"Dihitung saja, sekali perawatan habis kurang lebih Rp 500 ribu, karena waktu tanam pupuk mahal, barangnya juga sulit, beli pupuk urea saja harus gantian. Mulai tanam sampai panen butuh 4 kali perawatan, jadi total sekitar Rp 2 jutaan modalnya," ungkap Wardi.
Baca Juga: Harga Cabai Makin Pedas, Petani Sulawesi Selatan Kegirangan Dapat Untung Besar
Itungan itu, lanjut Wardi belum termasuk tenaga yang dikeluarkan. Karena lahan yang tidak terlalu luas, Wardi pun memilih merawat tanaman cabainya sendiri. Sehingga selain rugi secara finansial, Wardi juga merasa rugi dari sisi waktu dan tenaga.
"Ya begitu, selalu siklusnya kalau panen raya harganya jatuh sekali, habis panen baru naik. Cabai kan kalau disimpan terlalu lama juga tidak bisa," ujar bapak dua anak ini.
Sementara petani lainnya, Didit mengatakan, meski tak untung namun petani asal Desa Brayublandong, Kecamatan Dawarblandong ini mengaku bisa balik modal lantaran harga cabai yang mengalami kenaikan. Sebab, ia memilih tetap merawat tanaman cabainya meski saat panen raya harga cabai anjlok.
"Ya, cuma balik modal saja. Karena akhir-akhir ini harga cabainya naik drastis. Kebetulan waktu harga cabai murah pas panen raya itu, tanaman cabai saya tetap saya rawat, jadi ini sisa-sisa panen saja," kata Didit.
Menurut Didit, saat ini harga cabai rawit di tingkat petani mencapai Rp 70-80 ribu perkilogram. Harga ini jauh dari saat panen raya. Didit mengungkapkan, kenaikan harga cabai ini sebenarnya sudah terjadi sejak bulan April atau saat awal puasa.
"Jelang Lebaran itu sudah naik, karena harganya Rp 38 perkilogram, nah sekarang sudah Rp 80 ribu. Memang biasa begini, habis panen raya harganya naik, pas panen raya jatuh," ucap pria berusia 37 tahun ini.
Sementara itu, Kabid Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian(Disperta) Kabupaten Mojokerto Ahmad Faisol menjelaskan, melonjaknya harga cabai rawit ini dipicu akibat panen yang sudah habis. Selain itu juga serangan hama pada tanaman cabai.
"Masa panen ini kan sudah habis, otomatis bulan Mei-Juni tidak ada cabai, artinya ketersediaan cabai memang sedikit. Selain itu sisa-sisa tanaman cabai juga banyak diserang hama," ucap Ahmad.
Di Kabupaten Mojokerto, kata Ahmad sebenarnya ada 5 kecamatan yang menjadi sentra pertanian penghasil cabai. Yakni Kecamatan Dawarblandong, Jetis, Ngoro, Jatirejo, serta Trawas, dengan jumlah luas tanam mencapai 3.416 hektar.
"Sekarang ini yang panen hanya tinggal 456 hektar saja. Sekarang ini baru mau masuk masa tanam lagi, menyemai benih bulan Juli, dan masa tanam pada Oktober-November nanti," tukas Ahmad.
Kontributor : Zen Arivin
Berita Terkait
-
Delapan Sekolah Raih Adiwiyata, Jadi Bukti Pemkab Mojokerto Sukses Terapkan GPBLHS
-
Santri dihukum dengan cabai di Aceh: Karena pola pikir lama yang masih melanggengkan kekerasan
-
Kesalahan Sepele, Santri di Aceh Disiram Air Cabai oleh Istri Pimpinan Ponpes
-
Harga Pangan Kian Mahal, Kantong Rakyat Makin Menjerit
-
Jelang Masa Jabatan Jokowi Berakhir, Harga Pangan Naik Gila-gilaan
Terpopuler
- Respons Sule Lihat Penampilan Baru Nathalie Tuai Pujian, Baim Wong Diminta Belajar
- Berkaca dari Shahnaz Haque, Berapa Biaya Kuliah S1 Kedokteran Universitas Indonesia?
- Pandji Pragiwaksono Ngakak Denny Sumargo Sebut 'Siri na Pace': Bayangin...
- Beda Penampilan Aurel Hermansyah dan Aaliyah Massaid di Ultah Ashanty, Mama Nur Bak Gadis Turki
- Jadi Anggota DPRD, Segini Harta Kekayaan Nisya Ahmad yang Tak Ada Seperempatnya dari Raffi Ahmad
Pilihan
-
Selamat Ulang Tahun ke-101, Persis Solo!
-
Freeport Suplai Emas ke Antam, Erick Thohir Sebut Negara Hemat Rp200 Triliun
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaik November 2024
-
Neta Hentikan Produksi Mobil Listrik Akibat Penjualan Anjlok
-
Saldo Pelaku UMKM dari QRIS Nggak Bisa Cair, Begini Respon Menteri UMKM
Terkini
-
Risma Dapat Curhatan Masih Sulitnya Dapatkan Izin Bangun Gereja
-
Siap Mengawal, Luluk Puji Kebijakan Penghapusan Utang UMKM
-
Viral Bagi-Bagi Amplop di Probolinggo Bikin Heboh, Bawaslu Turun Tangan
-
Alasan Golkar Usulkan Soeharto Sebagai Pahlawan Nasional
-
Khofifah Dapat Hadiah Wayang Kresna, Simak Karakter dari Tokoh Legendaris Ini