Scroll untuk membaca artikel
Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Minggu, 11 September 2022 | 20:01 WIB
Pondok Modern Darussalam Gontor. [Instagram/@pondok.modern.gontor]

SuaraJatim.id - Ketua PBNU Bidang Keagamaan KH Ahmad Fahrurrozi memandang kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan seorang santri Pondok Modern Darussalam Gontor (Ponpes Gontor), Ponorogo, Jawa Timur sebagai musibah.

Seperti diberitakan, Albar Mahdi santri Gontor meninggal diduga akibat penganiayaan seniornya. Kasusnya viral setelah ibu korban, Soimah mengadu kepada Hotman Paris.

"Ini musibah bagi pesantren. Saya menduga ini di luar pengetahuan pengasuh dan gak ada kesengajaan dari pimpinan," katanya mengutip dari Timesindonesia.co.id jejaring Suara.com, Minggu (11/9/2022).

Gus Fahrur berharap semua pengurus pesantren yang ada di seluruh Indonesia selalu mengawasi secara ketat agar kasus kekerasan di pondok pesantren tak terjadi lagi.

Baca Juga: Keluarga Santri Gontor Tetap Lanjutkan Kasus Hukum Dugaan Penganiayaan, Usai Dikunjungi Pimpinan Ponpes

"Kita menyayangkan kejadian tersebut, sejak awal pesantren mengajarkan kebaikan bukan kekerasan," jelasnya.

Ia juga mengajak, agar semua pihak mewujudkan pesantren yang nyaman dan ramah terhadap pembelajaran santri.

"Kasus ini menjadi pelajaran kita semua pengelola pesantren agar waspada dan terus melakukan komunikasi terbuka dua arah dengan walisantri agar tidak terulang. Dan ini kasus yang sangat jarang terjadi di pesantren," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, meski ada kejadian yang tragis di Pondok Pesantren Modern Gontor yang terkait meninggalnya salah seorang santrinya, seyogyanya semua pihak lebih proporsional dan tidak mengeneralisasi secara berlebihan.

“Gontor telah berjasa bagi negeri ini dan para lulusannya berkontribusi di banyak ranah kebangsaan dan global. Jangan sampai nilai setitik rusak susu sebelanga,” katanya kepada TIMES Indonesia.

Baca Juga: Ketum PBNU Maklumi Kenaikan Harga BBM; Kami Harus Bantu Ringankan Beban Pemerintah

Karenanya, Haedar berharap publik agar lebih adil dan bijak dalam menghadapi kasus Gontor tersebut.

“Lebih baik serahkan kasusnya ke ranah hukum untuk diproses secara transparan dan objektif. Hukum adalah instrumen paling baik dan memilki tingkat kepastian yang dapat menjadi rujukan semua pihak menyelesaikan kasus seperti itu,” tutur Haedar.

Ia berharap dan percaya pihak Gontor sendiri bersikap terbuka dalam menghadapi kasus yang telah menyita keprihatinan publik tersebut,  dengan sepenuhnya menyerahkan perkara ke proses hukum.

“Sekaligus pihak Gontor berlapang hati bermuhasabah dan memberi jalan terbuka pada proses hukum, seraya konsolidasi agar hal tersebut tidak terulang kembali dalam bentuk apapun,” jelasnya.

Kata dia, pihaknya menaruh simpati dan duka kepada keluarga korban. “Semoga diberi kekuatan dan kesabaran, serta dilimpahi rahmat oleh Allah,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, satu santri Gontor meninggal diduga dianiaya oleh sesama santri. Awal mula kasus meninggalnya santri di Pondok Pesantren Gontor berinisial AM ini baru terungkap saat orang tua korban mengadu ke Hotman Paris dan viral.

Soimah, ibu asal Palembang, Sumatera Selatan, mengadu kepada Hotman Paris karena anaknya yakni seorang santri Gontor meninggal dunia di Ponpes Gontor. Sang ibu menduga anaknya tewas akibat tindak kekerasan. Hotman pun meminta Kapolda Jawa Timur untuk turun tangan.

Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, pun buka suara soal meninggalnya santri berinisial AM asal Palembang, Sumatera Selatan. Pihak Ponpes Gontor mengakui ada dugaan penganiayaan.

"Berdasarkan temuan tim pengasuhan santri, kami memang menemukan adanya dugaan penganiayaan yang menyebabkan almarhum wafat. Menyikapi hal ini, kami langsung bertindak cepat dengan menindak/ menghukum mereka yang terlibat dugaan penganiayaan tersebut," ujar juru bicara Pondok Modern Darussalam Gontor, Noor Syahid terkait meninggalnya salah satu santri Gontor. (*)

Load More