SuaraJatim.id - Perang Ukraina vs Rusia memicu aksi keprihatinan dunia. Korban dari kalangan sipil cukup banyak dalam perang yang sudah berlangsung selama beberapa bulan itu.
Meskipun begitu, bagi Rusia tidak gampang menerima bantuan asing ke daerah sipil di bawah kekuasannya di Ukraina. Hal ini disampaikan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Koordinator kemanusiaan PBB di Ukraina pada Kamis (20/10) mengatakan bahwa Rusia tidak memberikan akses ke daerah-daerah yang dikuasainya saat menjelang musim dingin dan jutaan orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
"Tanggapan dari pihak Ukraina hampir selalu positif," kata Denise Brown kepada awak media di markas PBB.
"Sayangnya, di pihak Rusia, permintaan (akses) itu selalu ditolak." ujarnya menambahkan.
Saat pertempuran terus berlanjut di wilayah timur dan selatan, Moskow meluncurkan sederet serangan terhadap sejumlah kota di Ukraina dalam dua pekan terakhir yang telah membunuh dan melukai puluhan orang dan juga menghancurkan infrastruktur vital.
Sekitar 680 korban warga sipil tercatat di Ukraina sejak 1-16 Oktober, menurut Kantor HAM PBB.
Brown menuturkan serangan baru-baru ini telah mengurangi mobilitas badan yang dipimpinnya sekaligus memperlambat tanggapan kemanusiaan.
"Terjadi kerusakan yang cukup parah, cukup parah," katanya. "Ketika saya berdiri di gedung-gedung yang telah hancur lebur, itu benar-benar nyata. Nyata."
Baca Juga: Rusia Tolak Akses Bantuan ke Daerah Kekuasaannya di Ukraina
Ditanya tentang berapa lama waktu yang diperlukan untuk membangun kembali negara tersebut, ia mengatakan: "Ketika anda berdiri di depan gedung-gedung ini, yang benar-benar hancur, puing-puing bangunan di banyak wilayah -- ini tidak untuk tahun depan. Ini untuk waktu yang begitu lama. Berapa lama? Saya tidak tahu, tetapi tidak untuk saat ini."
Pasukan Ukraina berhasil membuat kemajuan di wilayah-wilayah pendudukan sejak perang dimulai pada 24 Februari.
Rusia mengerahkan lebih banyak tentara cadangan dan mencaplok empat wilayah Ukraina yakni Kherson, Zaporizhzhia, Donetsk dan Luhansk menyusul apa yang disebut komunitas internasional sebagai referendum "palsu". ANTARA
Berita Terkait
-
Rusia Tolak Akses Bantuan ke Daerah Kekuasaannya di Ukraina
-
Terus Dibombardir Rusia, Presiden Ukraina: Kami Digempur Penjajah!
-
Ukraina-Rusia Saling Tukar Tahanan, 108 Perempuan Dibebaskan
-
Ketika Sekutu Pasok Senjata ke Ukraina PBB Diam, Tapi Saat Iran Pasok Drone ke Rusia Jadi Berang
-
Umuh Muchtar Tegaskan Persib Tak Pernah Ajak Selenggarakan KLB, Kecewa Penyebar Hoaks akan Dilaporkan
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
HUT ke 68 Bank Sumsel Babel, Jajan Cuma Rp68 Pakai QRIS BSB Mobile
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
Terkini
-
5 Link DANA Kaget Untuk Tambahan Uang Belanja di Indomaret Hari Ini
-
Nostalgia Bareng Bryan Adams di Jakarta, Beli Tiket Lebih Mudah lewat BRImo!
-
Wisata Bisa Jadi Mesin Uang Baru untuk Daerah, DPRD Jatim Beri Tips Jitunya
-
Antisipasi PHK, DPRD Jatim Usulkan Pelatihan Kerja Digital untuk Gen Z dan Milenial
-
Uang Gratis untuk Belanja, DANA Kaget Edisi Darurat Hadir: Klaim Sebelum Terlambat