Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Senin, 28 November 2022 | 11:22 WIB
Aksi protes di Beijing, China, pada Senin (28/11). (Michael Zhang / AFP)

Seorang pria berusia 20-an yang datang untuk meletakkan bunga di jalan mengatakan dia yakin langkah pembatasan COVID yang diterapkan Pemerintah China terlalu ketat karena penyakitnya sekarang sudah dianggap seperti flu biasa. Dia juga menyesalkan kurangnya kebebasan berbicara di China.

Hingga Sabtu (26/11), China telah mencatat kasus virus corona harian lebih dari 38.000 di daratan, menurut Komisi Kesehatan Nasional negara itu.

Angka kasus tersebut mencapai tingkat tertinggi untuk hari keempat berturut-turut dibandingkan dengan saat pemerintah mulai merilis data pada musim semi 2020.

Di China, orang-orang di daerah yang menjalani lockdown dilarang meninggalkan rumah mereka dan seringkali kesulitan mendapatkan makanan yang cukup dan kebutuhan sehari-hari.

Baca Juga: Protes Lockdown China Kian Parah, Xi Jinping Diminta Turun dari Jabatannya

Menghadapi kemarahan publik yang semakin meningkat, pemerintah China baru-baru ini mengatakan akan menahan diri untuk tidak menerapkan penguncian di seluruh kota dan sebagai gantinya mengisolasi bangunan tempat kasus COVID dilaporkan.

Kepemimpinan Xi Jinping diyakini khawatir dengan penyebaran aksi protes terhadap kebijakan nol-COVID dan meningkatnya kritik terhadap pemerintah.

Xi memulai masa jabatan lima tahun sebagai presiden untuk ketiga kalinya, di mana hal itu melanggar norma. Xi kembali menjabat sebagai ketua Partai Komunis yang berkuasa pada Oktober.

Daerah otonom Xinjiang pada Sabtu memutuskan untuk menindak aksi kekerasan yang bertujuan menghalangi penerapan langkah-langkah anti-virus.

Seorang jurnalis China mengatakan pihak berwenang mungkin mengklaim bahwa "pasukan asing" berada di belakang aksi protes dan secara ketat mengontrol aksi unjuk rasa. ANTARA

Baca Juga: Warga China Turun ke Jalan, Protes Kebijakan Nol-Covid Xi Jinping

Load More