Scroll untuk membaca artikel
Galih Prasetyo
Jum'at, 22 Desember 2023 | 20:02 WIB
Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka saat menyampaikan visi misi pada debat cawapres di Pilpres 2024 di Hall JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (22/12/2023). (Tangkap Layar)

SuaraJatim.id - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka saat mengucapkan visi misi debat Pilpres 2024 pada malam ini, Jumat (22/12) sempat singgung soal Jawasentris.

Gibran mengatakan bahwa kelak jika ia dan Prabowo Subianto menjadi presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024, pembangunan di Indonesia tidak akan Jawa sentris.

"Kita lanjutkan juga pemerataan pembangunan yang tidak lagi Jawa sentris," kata Gibran.

Apa yang dikatakan Gibran ini juga sempat diungkapkan oleh Presiden Jokowi. Menurut Jokowi, bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia sudah tidak lagi Jawa-sentris, melainkan Indonesia-sentris.

Baca Juga: Gibran Pakai Sneaker Brand Lokal di Debat Cawapres: Pernah Dipakai Saat Bersua Anies?

Pernyataan Jokowi tersebut disampaikan Jokowi saat menghadiri Mandiri Investment Forum 2023 di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (1/2/2023).

"Kemudian pertumbuhan itu 53% yang saya seneng ada di luar Jawa, 47% ada di Jawa. Artinya kita ini sudah tidak Jawa-sentris lagi, tapi Indonesia-sentris," ujar Jokowi.

Sekedar informasi, pada debat cawapres Pilpres 2024 pada malam ini berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat.

Debat cawapres malam ini akan mengusung tema ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi, pajak, perdagangan, pengelolaan APBN dan APBD, infrastruktur dan perkotaan.

Lantas apa itu Jawa sentris? Jawa sentris bisa dibilang istilah untuk menyebut dominasi budaya, ekonomi dan politik Jawa terhadap wilayah-wilayah lain di Indonesia. Menariknya, persoalan jawa sentris sempat mendapat kritik tajam dari seorang Buya Hamka.

Baca Juga: Jika Gibran Tim Sepak Bola, Ia Bakal Pakai Taktik Apa Saat Debat Cawapres? Parkir Bus Mourinho atau Pep Roulette

Buya Hamka 66 tahun lalu dalam artikelnya berjudul “Tinjaulah Sejarah (Penulisan Sejarah)” di surat kabar Haluan menilai bahwa gejolak di daerah selain dipicu oleh pembagian ekonomi yang tidak adil, juga karena penulisan sejarah terlalu Jawa sentris.

“Di dalam buku-buku sejarah yang ‘diakui’ oleh pihak pendidikan, lebih diutamakanlah ‘Sejarah Jawa’ di zaman purbakala. Kalau hendak mengetahui ‘Sejarah Indonesia’, hendaklah didahulukan Jawa, hendaklah dikaji sedalam-dalamnya tentang Majapahit. Hendaklah disanjung tinggi Gajah Mada dan Hayam Wuruk,” tulis Hamka.

Load More