Scroll untuk membaca artikel
Baehaqi Almutoif
Senin, 06 Mei 2024 | 21:21 WIB
Ketum AKPI Imran Nating saat ditemui awak media di Hotel Sangrila, Surabaya, Senin (6/5/2024) . [SuaraJatim/Yuliharto Simon]

SuaraJatim.id - Mahkamah Agung (MA) memutuskan dua kurator Rochmad Herdito dan Wahid Budiman bersalah yang termuat dalam putusan kasasi MA nomor 277 K/Pid/2024. Keduanya divonis dua tahun penjara.

Diketahui, kedua kurator tersebut menyebabkan perusahaan yang semula sehat dan solven, serta hanya mempunyai satu kreditur, yaitu BCA dengan kolektibilitas lancar menjadi pailit.

Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Imran Nating angkat bicara mengenai hal tersebut.

Dia mengatakan, sampai sekarang kedua orang itu belum mendapatkan sanksi apapun dari organisasi. Sebab, menurutnya banyak tahapan untuk memberikan sanksi kepada anggota AKPI.

Baca Juga: Merpati Airlines Pailit, Tagihan Kreditur Capai Rp3,5 Triliun

Sanksi yang diberikan juga dari teringan berupa teguran secara tertulis, pemberhentian sementara sampai pada pemberhentian permanen.

“Kita punya dewan etik. Ada persidangannya juga. Ada juga bandingnya. Nah, itu harus dilewati. Tetapi, untuk bisa sampai ke tahap itu, harus melalui mekanisme laporan terlebih dahulu,” kata Imran, Senin (6/5/2024).

Bukannya AKPI tidak kooperatif dalam kasus tersebut. Akan tetapi, aturan yang berlaku di organisasi tersebut hukuman etik harus dilakukan berdasarkan laporan. Pun sampai saat ini, dari sekitar 700 PKPU yang dilakukan kurator dalam setahun, tidak sampai satu persen yang berujung pada pidana.

Untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran yang ada, organisasi kurator ini melakukan penjaringan yang sangat ketat terhadap setiap calon anggotanya. Bahkan sebelum ujian, akan ada pendidikan yang dilakukan selama dua minggu.

“Seperti yang kami lakukan sekarang ini. Kami memberikan edukasi kepada calon kurator. Terkait aturannya seperti apa. Serta mekanismenya. Kami jelaskan semua. Setelah itu baru ujian. Kami ini terkenal organisasi yang paling sulit untuk lolos,” ungkapnya.

Pendidikan ini merupakan bagian untuk mencegah pelanggaran aturan yang dilakukan anggota AKPI. "Tetapi, itu kembali lagi ke pribadinya. Kita sudah membekali mereka berbagai pengetahuan tentang kurator sebelum mereka bekerja sebagai kurator,” tegasnya.

Sebelumnya, dua korator dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama memperbesar jumlah piutang kreditur Atika Ashiblie dan Hadi Sutiono dalam verifikasi penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

Keduanya dijerat pasal 400 Angka 2 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 234 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Hak Jawab:

- Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 277 K/Pid/2024 tanggal 20 Maret 2024 (untuk selanjutnya disebut dengan "PUtusan Kasasi Pidana") baik dalam amar maupun pertimbangan hukum tidak disebutkan dan/atau tidak tertulis mengenai kalimat "1 Kreditor yaitu BCA dengan kolektibilitas lancar, dijadikan pailit".

- Bahwa tindakan klien kami baik selaku Tim Pengurus PT. Alam Galaxy (Dalam PKPU) maupun selaku Tim Kurator PT. Alam Galaxy (Dalam Pailit), tidak menyebabkan PT. Alam Galaxy (Dalam Pailit) dinyatakan Pailit.

- PT. Alam Galaxy (Dalam Pailit) dinyatakan berada dalam keadaan pailit disebabkan karena adanya penolakan dari 2 (dua) Kreditor Konkuren terhadap Proposal Rencana Perdamaian yang diajukan PT. Alam Galaxy (Dalam PKPU), sehingga tidak memenuhi ketentuan Pasal 281 ayat (1) UUK-PKPU sebagaimana tersebut dalam pertimbangan hukum Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya No. 54/Pdt.Sus-PKPU/2021 /PN.Niaga Sby tanggal 25 Maret 2022 jo. Putusan Mahkamah Agung No. 937 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 tanggal 31 Mei 2022 jo. Putusan Mahkamah Agung No. 49 PK/Pdt.Sus-Pailit/2023 tanggal 14 Desember 2022 (untuk elanjutnya disebut dengan "Putusan Perdata Kepailitan").

- Jumlah piutang Kreditor Atika Ashiblie, S.H., sebesar Rp.77.814.124.932,00 (tujuh puluh tujuh miliar delapan ratus empat belas juta) dan Hadi Sutiono sebesar Rp.89.674.927.164,00 (delapan puluh sembilan miliar enam ratus tujuh puluh empat juta sembilan ratus dua puluh tujuh ribU seratus enam puluh empat rupiah) dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) perkara a quo telah dinyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum menqikat berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya No. 54/Pdt.Sus-PKPU-Renvoi Prosedur/2021/PN.Niaga.Sby tanggal 23 Desember 2021 jo. Putusan Mahkamah Agung No. 594 K/Pdt.SusPailit/2022 tanggal 24 Maret 2022 jo. Putusan Mahkamah Agung No. 8 PK/Pdt.Sus-Pailit/2023 tanggal 28 Februari 2023 (untuk selanjutnya disebut dengan "Putusan Perdata Daftar Piutang Tetap.

- Putusan perdata daftar piutang tetap (putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya No. 54/Pdt.Sus-PKPU-Renvoi Prosedur/2021 /PN.Niaga.Sby tanggal 23 Desember 2021 jo. Putusan Mahkamah Agung No. 594 K/Pdt.Sus-Ppilit/2022 tanggal 24 Maret 2022 jo. Putusan Mahkamah Agung No. 8 PK/Pdt.Sus-Pailit/2023 tanggal 28 Februari 2023) tersebut telah dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap (resjudicata/inkracht van qewiisde) jauh sebelum Putusan Kasasi Pidana (Putusan Mahkamah Agung No. 277 K/Pid/2024 tanggal 20 Maret 2024).

- Karena itu, dalam perkara pidana Klien Kami a quo telah terdapat "saling pertentanqan putusan" antara putusan Peradilan Perdata (Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya No. 54/Pdt.Sus-PKPU Renvoi Prosedur/2021/PN.Niaga.Sby tanggal 23 Desember 2021 jo. Putusan Mahkamah Agung No. 594 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 tanggal 24 Maret 2022 jo. Putusan Mahkamah Agung o. 8 PK/Pdt.Sus-Pailit/2023 tanggal 28 Februari 2023) melawan Putusan Peradilan Pidana (Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 1827/Pid.B/2022/PN.Sby tanggal 24 Mei 2023 jo. PUtusan Pengadilan Tinggi Surabaya No. 782/PlD/2023/PT.SBY tanggal 21 Agustus 2023 jo. Putusan Mahkamah Agung No. 277 K/Pid/2024 tanggal 20 Maret 2024).

Kontributor : Yuliharto Simon Christian Yeremia

Load More