Fabiola Febrinastri
Rabu, 30 Juli 2025 | 13:16 WIB
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. (Dok: Pemprov Jatim)

SuaraJatim.id - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia, Arifah Fauzi memuji terobosan inisiatif Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dalam mendorong terwujudnya kerja sama multisektor untuk perlindungan perempuan dan anak pertama di Indonesia.

Inisiatif ini ditandai dengan Penandatanganan Kesepakatan Bersama Pemenuhan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak di Jawa Timur Tahun 2025, yang dilaksanakan di Taman Candra Wilwatikta, Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Selasa (29/7/2025).

Penandatanganan ini turut disaksikan langsung oleh Menteri PPPA RI Arifah Fauzi dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Surabaya, Zulkarnain.

Penandatanganan kerja sama ini turut melibatkan Kepala Dinas P3AK Provinsi Jatim, Panitera Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, Ketua PW Muslimat NU, Fatayat NU, Aisyiyah, dan Nasyiatul Aisyiyah Jatim.

Pada kesempatan yang sama, penandatanganan kerja sama juga dilakukan secara serentak oleh seluruh Kepala Dinas P3AK Kabupaten/Kota se-Jatim dengan Ketua Pengadilan Agama di masing-masing daerah.

Gubernur Khofifah mengatakan, kerja sama ini merupakan langkah strategis memperkuat sinergi multisektor dalam menciptakan ekosistem holistik berkeadilan bagi anak dan perempuan, sekaligus menegaskan komitmen seluruh elemen terhadap kelompok rentan di Jawa Timur.

“Kolaborasi menjadi kunci. Kita ingin membangun sistem perlindungan yang komprehensif bagi perempuan dan anak, tidak sektoral, tetapi menyeluruh dan melibatkan semua unsur,” ujarnya.

Tak hanya itu, Khofifah menekankan pentingnya pendekatan sistemik berbasis pentahelix yang melibatkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, media dan masyarakat.

“Isu kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan hanya persoalan moral dan sosial, tapi juga perlu respons hukum, psikologis, dan kultural secara bersamaan,” katanya.

Baca Juga: Khofifah Puji Banyuwangi Ethno Carnival 2025, Budaya Lokal Tampil Mendunia

Selain itu, Khofifah juga menekankan perlunya perlindungan yang berpihak pada korban dengan pendekatan proaktif, melalui penguatan pencegahan, edukasi, dan layanan yang mudah diakses.

Khofifah menyebutkan bahwa segala bentuk kekerasan, baik fisik, psikis, maupun ekonomi terhadap perempuan dan anak harus ditangani secara sistematis.

Berdasarkan data Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, mayoritas perkara perceraian diajukan oleh pihak istri. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan kerap berada dalam posisi rentan secara ekonomi, psikologis, maupun sosial dalam kehidupan perkawinan.

Data Pengadilan Tinggi Agama Surabaya mencatat tingginya angka perceraian di Jatim, dimana terdapat 79.270 kasus (2023), 79.309 kasus (2024), dan 38.087 kasus (Januari–Juni 2025).

Begitu juga dengan dispensasi kawin juga tinggi meski menurun, 15.095 kasus (2022), 12.334 (2023), dan 8.753 (2024), mayoritas melibatkan anak perempuan dan terkait kehamilan remaja serta tekanan budaya.

Khofifah mengapresiasi keterbukaan data dari Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dan inovasi pengadilan agama daerah dalam fasilitasi layanan pasca-perceraian. Ia mengajak semua pihak menjadikan kerja sama ini sebagai tanggung jawab kolektif untuk menjadikan Jatim sebagai rumah aman bagi perempuan dan anak.

Load More