Dengan banyaknya keluhan masyarakat terhadap kenaikan iuran BPJS menjadi dua kali lipat itu, Ia berharap Mahakamah Agung (MA) segera membatalkan peraturan Jokowi.
“Konsekuensinya kalau ini dibatalkan berarti kembali ke Perpres lama, Perpres Nomor 85 Tahun 2018,” jelasnya.
Sementara terkait defisit dinilai sebagai tameng pemerintah untuk menjadikan alasan menaikkan iuran BPJS.
“Ini merupakan kesalahan cara berpikir pemerintah, dimana dengan disatukan BPJS ini seakan akan mendapatkan keuntungan yang banyak, tapi faktanya tekor. Ketika tekor, Pemerintah tidak mau rugi sehingga dibebankan ke masyarakat,” ungkap Muhammad Sholeh.
Baca Juga:Benny Wenda: Saat Rakyat Kami Disiksa, Jokowi ke Papua seperti Liburan
Menurutnya BPJS adalah asuransi bukanlah pajak. Sehingga ada upaya paksa yang dilakukan pemeritah terhadap masyarakat dengan mewajibkan masyarakat ikut BPJS.
“Kalau pajak itu wajib, baik si kaya maupun si miskin. Tapi BPJS ini tidak boleh dipaksakan, boleh ikut boleh juga tidak, karena ini asuransi. Tidak boleh model pemaksaan seperti sekarang ini,” pungkasnya
Sementara Kusnan Hadi mengatakan gugatan uji materi ini dilakukan karena dia merasakan beratnya kenaikan iuran BPJS tersebut. Ia menganggap bahwa terdapat kesalahan pengelolaan oleh BPJS.
“Saya yakin, gugatan saya ini mewakili masyarakat. Karena tidak semua orang berani melakukan gugatan. Dan soal BPJS ini bukan masalah iurannya, tapi adanya kesalahan pengelolaan dan penanganan di BPJS,” ujar Kusnan.
Lebih lanjut, secara pribadi Kusnan mengakui keberadaan BPJS kesehatan sangat membantunya.
Baca Juga:Presiden Jokowi Lantik Idham Azis Sebagai Kapolri
“Saya merasa diuntungkan dengan BPJS tapi jangan dinaikan, kasihan dengan orang orang miskin,” pungkasnya.