Duka Anak-anak Muslim Syiah asal Sampang, 6 Tahun Menjadi Pengungsi

Tahun 2016 mereka baru bisa bersekolah, setelah pindah ke sini tahun 2013, awal masuk ada yang dapat diskriminasi, tapi tidak berlangsung lama,, lanjutnya.

Reza Gunadha
Sabtu, 30 November 2019 | 16:08 WIB
Duka Anak-anak Muslim Syiah asal Sampang, 6 Tahun Menjadi Pengungsi
KELAS TUNAS. Anak-anak pengungsi Syiah Sampang sedang belajar di Kelas Tunas, Sabtu 14 Februari 2019. [Bayu Diktiarsa/Jatimnet]

Sebab susahnya mengakses kesemua itu adalah, kuatnya  prasangka buruk tentang mazhab Islam Syiah.

Susah dapat sekolah

Ketika tiba di Sidoarjo enam tahun lalu, banyak anak-anak Sampang yang ditolak sekolah di Jemundo lantaran mereka khawatir anak-anak bakal menyebarkan mazhab Islam Syiah.

Butuh tiga tahun bagi Tajul Muluk untuk meyakinkan pihak sekolah, agar 40 anak Sampang itu mendapatkan hak nya atas pendidikan.

Baca Juga:Ahlulbait Indonesia Tegaskan Muslim Syiah di Indonesia Bukan Kaum Minoritas

“Tahun 2016 mereka baru bisa bersekolah, setelah pindah ke sini tahun 2013, awal masuk ada yang dapat diskriminasi, tapi tidak berlangsung lama,”, lanjutnya.

Selain mendapatkan pendidikan formal, anak Sampang juga mengalami kesulitan saat hendak mengurus kartu identitas anak, serta administrasi lain seperti kartu kesehatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Beragam pengakuan administrasi kependudukan itu baru didapatkan setelah tiga tahun tinggal di Jemundo.

"Sekarang syukur pemerintah sudah mulai memikirkan. Awalnya kami betul-betul dilepas. Tahun 2012 hingga 2015, pemerintah termakan isu ini itu, sampai mengirim intel kesini, mengorek informasi, ternyata tidak sesuai dengan realita yang ada," ujarnya sambil mendengar kicauan burung dalam sangkar di halaman rusun.

Tajul Muluk, Koordinator Pengungsi Syiah, Sampang, Rabu 18 September 2019. [Bayu Diktiarsa/Jatimnet]
Tajul Muluk, Koordinator Pengungsi Syiah, Sampang, Rabu 18 September 2019. [Bayu Diktiarsa/Jatimnet]

Ia bersyukur, anak-anak bisa bersekolah, dan beberapa orang tua perlahan mendapatkan pekerjaan, seperti mengupas kelapa tak jauh dari rumah susun.

Baca Juga:Ngaku Bertemu Allah SWT, Yahya Bikin Pengajian di Makam Syiah Kuala

Meskipun upah mereka tak banyak dan sudah terbiasa dengan kondisi ini, harapan Tajul Muluk dan 348 warga ingin bisa dipulangkan. Baginya, relokasi tidak menyelesaikan masalah dan pulang adalah keinginan terbesar mereka.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini