Kenapa Tambang Emas Tumpang Pitu Harus Ditolak?

Banjir lumpur akibat kerusakan hutan di kawasan Tumpang Pitu.

Pebriansyah Ariefana
Sabtu, 29 Februari 2020 | 12:05 WIB
Kenapa Tambang Emas Tumpang Pitu Harus Ditolak?
Tambang emas Tumpang Pitu. (Ist/Jatimnet)

SuaraJatim.id - Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jatim Rere Christianto menegaskan tambang emas tumpang pitu harus ditolak. Sebab aktivitas penambangan melanggar undang-undang.

Rere hadir dalam pertemuan antara Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Warga Banyuwangi penolak tambang emas, Jumat (28/2/2020) kemarin. Menurut Rere, keberadaan tambang di Gunung Tumpang Pitu melanggar undang-undang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitar tambang.

Sebab, kawasan pesisir Banyuwangi sebenarnya bukan diperuntukkan sebagai pertambangan. Melainkan untuk pariwisata dan perikanan.

"Artinyakan begini sejak diundangkan itu seluruh penataan di ruang pesisir bukan domain RT/RW, atau Rencana Tata Ruang Wilayah itu tidak lagi ngurusi pesisir," kata Rere.

Baca Juga:Lika Liku Penolak Tambang Tumpang Pitu Bersepeda Banyuwangi - Surabaya

Selain ada pelanggaran dari segi perundangan, lanjutnya, Walhi melihat terjadi kerusakan hutan. Catatan Walhi Jatim, tahun 2015 dan 2016 pernah terjadi banjir lumpur dari Gunung Tumpang Pitu ke Pantai Pulau Merah.

Dugaannya, banjir lumpur ini akibat kerusakan hutan di kawasan Tumpang Pitu.

"Di dalam hutan ini ada banyak fungsi. Selain habitat satwa dan fauna yang dilindungi, dia juga sebagai kawasan resapan air," ungkapnya.

Begitu kawasan resapan air itu rusak, kata Rere, yang terjadi adalah kekeringan. Karenanya, ia berharap Gubernur Khofifah mengambil segera keputusan. Setidaknya sebulan untuk bisa memberikan respon.

Apabila tidak ada respon dari gubernur, Rere mengaku akan menyurati sebelum kembali mengadakan aksi. "Kalau kemudian jangka waktu yang disampaikan tidak ada lagi kemajuan atau progres atas apa yang kami sampaikan. Tentunya kami akan mengajukan aksi untuk menuntut gubernur bertindak," urainya.

Baca Juga:Warga Ancam Tutup Tambang Emas Tumpang Pitu Jika Khofifah Tak Cabut Izin

Lika liku

Naik bus malam dari Kabupaten Banyuwangi ke Kota Surabaya, Jawa Timur, bisa ditempuh selama 6 jam lebih di luar jalur tol. Melintasi 9 kabupaten dan kota, panjang perjalanan sekitar 300 kilometer.

Sepanjang itu, sebagian warga dari 5 desa di Kecamatan Pesanggaran, bersepeda untuk menemui Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Mengayuh sepeda selama 5 hari, didorong keinginan menuntut Khofifah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) emas di kecamatan mereka.

"Kita intinya nggak mau pindah dari situ, nggak mau ruang hidup kita dirampas," kata Nur Hidayat, warga Desa Sumbermulyo, Kecamatan Pesanggaran, pada hari pertama aksi mereka di Gubernuran Jawa Timur, Kamis (20/2/2020).

Dalam rilis yang Suara.com dapatkan, mereka memiliki 3 alasan menolak tambang emas Tumpang Pitu. Pertama Bukit Tumpang Pitu yang ditambang jadi penuntun nelayan pulang dari laut, selain Pulau Nusa Barong dan Gunung Agung di Bali.

Kedua Bukit Tumpang Pitu maupun Salakan menjadi harapan warga berlindung dari angin tenggara maupun ancaman tsunami. Angin tenggara yang kencang rutin datang, sementara tsunami pernah menerjang Dusun Pancer, Desa Sumberagung itu, tahun 1994.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini