SuaraJatim.id - Jarum jam seakan bergerak lambat, malam seperti berjalan lebih lama dari biasanya, suasana di ruangan SDN Rejoagung, Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur, yang disulap menjadi karantina pasien virus corona covid-19.
Seperti pengakuan sejumlah orang kepada Beritajatim.com, ketika tengah malam, muncul suara-suara aneh. Atap ruangan seperti dipukul-pukul. Ada suara orang terbatuk-batuk.
Bahkan, bangku yang tertata rapi, tiba-tiba roboh bersamaan. Itulah hari-hari yang dialami Gery Prasetyo (27) ketika menjadi penghuni ruang karantina di SDN Rejoagung, Kecamatan Ploso, Jombang.
Fajar di ufuk timur mulai memerah, pertanda pagi datang menjelang. Saat itulah Gery Prasetyo (27) girang bukan kepalang.
Baca Juga:Kasus Pelecehan pada Anak selama Karantina Naik Meski Dilaporkan Turun
Dia terbebas dari suasana mencekam di ruang UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) SDN (Sekolah Dasar Negeri) Rejoagung, Kecamatan Ploso, Jombang. Gery tinggal di ruangan itu untuk menjalani masa karantina selama 14 hari.
Memang sejak virus corona atau Covid-19 mewabah, masing-masing desa di Kabupaten Jombang menyiapkan gedung SD untuk ruang karantina.
Tak terkecuali di Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso. Pemdes Rejoagung memilih ruangan UKS di SDN setempat untuk karantina. Ruangan tersebut berada di samping perpustakaan. Ukurannya 6 X 7 meter.
Di dalam ruangan tersebut terdapat empat bed (tempat tidur) yang ditata berjajar. Ada pula meja berikut kursi serta etalase.
Semua klop dengan adanya poster yang berisi kampanye kesehatan di dinding UKS. Nah, di atas salah satu bed itulah Gery menghabiskan malam-malam yang mencekam itu.
Baca Juga:Selain Latihan, Main Poker juga Dilakukan Nick Kuipers saat Karantina
Gery berkisah, dia mulai menghuni ruang karantina itu pada Selasa (7/4/2020). Dia diantar oleh keluarganya.
Ketika hari mulai gelap, Gery dilanda keresahan. Apalagi, ketika melihat situasi di luar, Gery hanya melihat luasnya lapangan sekolah.
Kemudian ada pohon beringin tua yang sulurnya mulai mencium tanah. Ada juga pohon kamboja yang daunnya mulai rontok ketika diterpa angin.
“Sejak malam pertama, tidak nyaman. Ada suara-suara aneh di sekitar. Ada suara seperti orang batuk di pojok ruangan. Seperti ada orang berjalan di dekat pohon pisang. Bahkan genting ruangan itu seperti ada yang melempari. Ada suara gaduh,” kata Gery menceritakan pengalamannya selama di ruang karantina, Rabu (15/4/2020).
Malam kedua tidak jauh berbeda. Malam ketiga Gery semakin merana. Namun Gery tetap bertahan.
Puncaknya, pada malam ke-empat. Saat itu, suasanya sangat sepi. Bapak satu anak ini tak bisa memejamkan mata.
Malam bertambah larut, pikiran Gery semakin kalut. Nah, saat itulah dia mendengar suara bangku berjatuhan di ruang kelas. Bangku-bangku itu roboh berserakan.
Dengan diliputi ketakutan, Gery pun berbegas meninggalkan ruangan karantina pada Sabtu (11/4/2020) dini hari itu. Dia mencoba mengubungi tukang kebun sekolah, tapi tak ada respons.
“Akhirnya saya meminta mertua untuk menemani. Termyata memang benar, bangku-bangku di ruang kelas itu roboh. Esok harinya saya menghubungi Pak Kepala Desa dan meminta isolasi di rumah,” kata Gery ketika ditemui di rumahnya Dusun Kopensari, Desa Rejoagung.
Di rumahnya itu Gery menceritakan secara panjang lebar mulai kedatangannya dari Italia hingga menghuni ruang karantina selama empat hari.
Dia menampik tudingan bahwa kabur dari ruang karantina. Karena saat meninggalkan ruang karantina tersebut dirinya minta izin ke pemerintah desa.
“Karena saya tidak kuat, tiap malam ada suara-suara aneh. Akhirnya saya pamit ke Pak Kades untuk isolasi di rumah. Setelah dilakukan kordinasi dengan pihak kecamatan akhirnya diizinkan. Alhamdulillah saya juga sehat. Saya negatif corona,” kata suami dari Dewi Rosa ini.
Gery mengatakan, dia sudah lima tahun bekerja di kapal wisata asal Italia. Saat virus corona merebak di Indonesia atau akhir Maret 2020, pria berkulit putih ini berada di Dubai. Oleh pihak perusahaan, para ABK (anak buah kapal) dibawa kembali ke Italia.
Di negeri Piza tersebut, Gery dkk harus menjalani karantina selama 15 hari di sebuah hotel. Pada hari terakhir kemudian dilakukan tes.
“Alhamdulillah hasilnya negatif, sehingga saya boleh pulang ke Indonesia,” kata pria kelahiran Desa Banjarsari, Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Jombang, ini.
Kepala Desa Rejoagung Sugeng membenarkan bahwa Gery hanya menjalani isolasi di ruang SD selama empat hari. Namun demikian, isolasi dilanjutkan secara mandiri di rumah.
“Kondisinya sehat. Kita terus melakukan kordinasi dengan tim medis,” ujar Sugeng.
Sugeng juga membenarkan bahwa gedung sekolah yang digunakan untuk karantina para pemudik di Rejoagung itu banyak ‘penampakan’.
“Sebelum didirikan bangunan sekolah dasar, lahan di sini dulunya pabrik gula milik Belanda. Memang lokasinya cocok untuk uji nyali,” kata pria yang menjabat Kades selama tiga periode berjalan ini.