Sebagian orang tua menolak melakukan kecurangan dengan membuat SKD dadakan untuk memuluskan sang anak masuk SMA negeri tujuan. Namun, menurut David, justru anak-anak mereka jadi bahan ejekan.
“Akhirnya perkembangan anak didik tidak sehat. Dalam pendidikan, hukum tertinggi adalah kejujuran. Saya tidak ingin hak-hak anak saya dirampas,” katanya.
Decky, orang tua siswa lainnya mengaku sempat bertengkar dengan sang anak karena tak mau memanipulasi SKD agar bisa masuk SMA Negeri 1 yang berjarak sekitar 1,1 kilometer.
“Anak saya tidak mau memilih SMA. Akhirnya diterima di SMAN 3, saya harus memaksanya. Dia kecewa sekali dan bilang: ‘kenapa Ayah tidak mau kasih surat domisili?’ Lho buat apa, wong rumah saya (dekat) di sini. Kan lucu,” katanya.
Baca Juga:ABG Stres Gagal Masuk PPDB, Ketawa-ketawa Sendiri di Kamar Sampai Gila
Dia mempertanyakan begitu mudahnya pemerintah mengeluarkan SKD.
Ketua Komisi D Hafidi menilai persoalan ada pada penyalahgunaan kewenangan oleh birokrasi.
“Kedua, manipulasi data kependudukan dengan maksud tertentu. Hal ini harus segera kami sikapi,” katanya.
Ia berjanji pekan depan menggelar rapat gabungan dengan Komisi A yang membidangi urusan kependudukan.
Baca Juga:Merasa Dirugikan, Ibu Korban Zonasi: Anak Saya Stres dan Tidak Mau Sekolah