Ortu Korban PPDB Jalur Zonasi: Anak Saya Stres karena Banyak Kecurangan!

Saya orang tua yang sangat dirugikan, sampai anak saya stres, sampai saat ini tidak mau bersekolah, karena kebanyakan kecurangan..."

Agung Sandy Lesmana
Kamis, 02 Juli 2020 | 17:58 WIB
Ortu Korban PPDB Jalur Zonasi: Anak Saya Stres karena Banyak Kecurangan!
Dwi Riska Hartoyo, ibu dari anak yang gagal masuk PPDB di Jember. (BeritaJatim)

“Kadang dia tertawa sendiri. Bagaimana seorang ibu melihat anaknya seperti itu? Enak yang pakai SKD, bisa leha-leha, anaknya diajari nyetir mobil. Tapi anak saya ini sampai gila, Pak. Sampai saya kirimkan (kabar) ke teman-teman: ini lo anak saya mojok. Makan ya gak makan, kadang menangis. Suami saya sampai bilang: ‘piye iki, Ma?’ Bagaimana ini solusinya?”

Surat keterangan domisili (SKD) memang jadi ‘surat sakti’ dan jalan pintas bagi sebagian orang tua untuk menyiasati sistem zonasi dalam PPDB tahun ini. Berdasarkan Undang-Undang Administrasi Kependudukan, SKD diperuntukkan pendatang dan dikeluarkan oleh kantor desa atau kelurahan.

Masalahnya, menurut Koordinator Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak, David Susilo, mendadak muncul banyak SKD pada masa penerimaan siswa baru.

“Tahun ini luar biasa. Mana mungkin dalam jarak radius kurang lebih seribu meter (dari SMA negeri), ada 170 siswa SMP dengan usia yang sama dan lulusan tahun ajaran 2020,” katanya keras.

Baca Juga:ABG Stres Gagal Masuk PPDB, Ketawa-ketawa Sendiri di Kamar Sampai Gila

“Saya sebagai sesama orang tua menjadi tidak nyaman. Mengapa siswa yang rumahnya di Kelurahan Muktisari, menggunakan SKD di Jalan Jawa, bisa masuk. Sebegitu mudahkah SKD mengubah domisili kependudukan, kata David.

Sebagian orang tua menolak melakukan kecurangan dengan membuat SKD dadakan untuk memuluskan sang anak masuk SMA negeri tujuan. Namun, menurut David, justru anak-anak mereka jadi bahan ejekan.

“Akhirnya perkembangan anak didik tidak sehat. Dalam pendidikan, hukum tertinggi adalah kejujuran. Saya tidak ingin hak-hak anak saya dirampas,” katanya.

Decky, orang tua siswa lainnya mengaku sempat bertengkar dengan sang anak karena tak mau memanipulasi SKD agar bisa masuk SMA Negeri 1 yang berjarak sekitar 1,1 kilometer.

“Anak saya tidak mau memilih SMA. Akhirnya diterima di SMAN 3, saya harus memaksanya. Dia kecewa sekali dan bilang: ‘kenapa Ayah tidak mau kasih surat domisili?’ Lho buat apa, wong rumah saya (dekat) di sini. Kan lucu,” katanya.

Baca Juga:Merasa Dirugikan, Ibu Korban Zonasi: Anak Saya Stres dan Tidak Mau Sekolah

Dia mempertanyakan begitu mudahnya pemerintah mengeluarkan SKD.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini