Lagi Musim Panen Raya Padi, Jatim Ramai-ramai Tolak Wacana Impor Beras

Petani, DPRD hingga kepala daerah di Jatim ramai-ramai menolak wacana impor beras.

Muhammad Taufiq
Jum'at, 26 Maret 2021 | 08:15 WIB
Lagi Musim Panen Raya Padi, Jatim Ramai-ramai Tolak Wacana Impor Beras
Ilustrasi beras. (Dok: Kementan)

SuaraJatim.id - Petani lagi panen raya malah melempar wacana impor beras. Tentu saja isu yang bermuasal dari omongan Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi ini segera menjadi bola liar yang menggelinding hingga ke daerah-daerah.

Penolakan demi penolakan mencuat, termasuk di Jawa Timur (Jatim). Mulai petani, DPRD hingga sejumlah kepala daerah menolak kebijakan yang justru dianggap akan menyengsarakan petani itu.

Ketua Kelompok Tani Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri, Suyitno, menilai impor itu bisa dilakukan apabila terjadi darurat bencana, kemudian terjadi kelangkaan produksi dan stok terbatas.

"Nah, inikan justru kita memasuki panen raya. Saya yakin untuk stok beras cukuplah," katanya dikutip dari beritajatim.com, jejaring media suara.com, Senin (22/03/2021).

Baca Juga:PDI Perjuangan Kritik Rencana Impor Beras, Hasto Beberkan Alasannya

Tiga hari kemudian Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana merespons keluhan petani itu. Menurut dia, tahun ini Jawa Timur akan mengalami surplus beras, terutama untuk daerah yang dia pimpin.

Oleh sebab itu, kata dia, Kediri tidak butuh beras lagi. Pada 2020 daerahnya mengalami surplus diangka 49 ribu ton. Bila jumlah penduduk Kabupaten Kediri sebanyak 1,6 juta jiwa, maka kebutuhan beras masyarakat hanya 114 ton.

Senada dengan Dhito, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani juga menegaskan daerahnya selalu surplus beras. Sehingga dia tidak berharap beras impor masuk ke kabupaten di ujung timur Pulau Jawa tersebut.

"Banyuwangi tidak perlu impor beras. Di sini selalu surplus, bahkan beras Banyuwangi dikirim ke berbagai daerah. Kemarin sudah saya rapatkan dengan dinas terkait, kita hitung neraca beras, dan jelas bahwa tidak perlu beras impor masuk daerah ini," ujarnya.

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Pangan, pada 2020, Banyuwangi menghasilkann 788.971 ton gabah kering giling (GKG) atau setara 495.079 ton beras. Adapun tingkat konsumsi beras sebesar 165.411 ton. Sehingga pada 2020 terdapat surplus 329.668 ton beras.

Baca Juga:Polisi Gulung Komplotan Curanmor Spesialis Pikap di Jatim

Memasuki masa Januari-Maret 2021, data Dinas Pertanian dan Pangan menyebutkan, produksi GKG Banyuwangi sebesar 158.892 ton atau setara 99.705 ton beras. Adapun tingkat konsumsi Januari-Maret 2021 sebesar 41.415 ton, sehingga terdapat surplus 58.290 ton beras.

DPRD Juga Menolak

Enggak hanya kepala daerah, DPRD sejumlah daerah di Jatim pun meminta agar pemerintah mengkaji ulang rencana impor beras tersebut. Salah satunya anggota DPRD Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Ketua DPRD Kabupaten Malang Sodiqul Amin, meminta pemerintah mengkaji lagi rencana impor beras sebab daerahnya selama ini juga mengalami surplus beras hingga ribuan ton.

"Kita berharap dikaji ulang, dipertimbangkan kembali terkait impor beras karena sesuai info yang kita terima, sekarang ini mendekati musim panen," ujarnya kemarin, Kamis (25/03/2021).

Dengan begitu petani yang memproduksi padi dan bergelut di sektor pangan, tidak dirugikan dengan adanya impor beras. "Kita yang memproduksi sektor pangan padi jangan sampai dirugikan dengan kebijakan itu," ujarnya.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Jombang pun berkomentar mirip. Mereka menolak impor beras karena hal tersebut berdampak pada anjloknya harga gabah di tingkat petani.

Rohmad Abidin dari Fraksi PKS DPRD Jombang menjelaskan, rencana kebijakan pemerintah melakukan impor beras sebanyak 1 juta hingga 1,5 juta ton pada 2021, sangat menyengsarakan petani.

Apalagi Jombang merupakan penunjang swasembada beras di Jatim. Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lufti, lanjut Abidin, telah melukai petani dengan rencana kebijakan tersebut.

Seirama dengan daerah lain, Ketua DPRD Magetan Sujatno menyatakan sejak awal menolak wacana tersebut sebab akan mempengaruhi harga gabah di petani di musim panen ini.

"Ini musim panen, jadi kita tidak mau impor beras. Ini berimbas langsung kepada petani. Pasti nantinya harga gabah akan turun, dan itu sangat merugikan petani di Magetan," paparnya.

Sujatno mengatakan Magetan masih surplus beras. Produk gabah pertahun kurang lebih 194.000 ton sedangkan kebutuhannya hanya 84.000 ton. "Dengan adanya surplus produk padi di Magetan. Kita bisa mendistribusikan ke kabupaten/kota tetangga," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini