SuaraJatim.id - Sartiningsih tak kuasa menahan air matanya mengingat pesan terakhir putranya Serda Diyut Subandriyo, salah satu kru KRI Nanggala 402 yang tenggelam di sebelah utara Bali.
Empat hari sebelum bertugas, Minggu 18 April 2021, Diyut berpamitan akan berangkat latihan bersama 53 kru kapal selam menjalani latihan penembakan torpedo di Selat Bali, Rabu 21 April 2021. Dia meminta doa ibunya agar tugas-tugasnya lancar.
"Kalau seandainya ada apa-apa, nanti jasadnya ingin dibawa ke pangkuan ibunda," ujar Sartiningsih menirukan putranya saat berpamitan, dikutip dari Antara, Rabu (28/04/2021).
Serda Diyut Subandriyo menjadi satu dari 53 awak KRI Nanggala-402, kapal selam milik TNI Angkatan Laut yang hilang kontak saat latihan penembakan di Perairan Bali kemudian dinyatakan tenggelam.
Baca Juga:Viral Awan Mirip KRI Nanggala di Langit Pantai Bali, Publik Sampaikan Doa
Seluruh kru kapal dinyatakan gugur dalam latihan tersebut. Baik, sopan dan penyayang keluarga. Demikian Sartiningsih menggambarkan sosok pada putra kelimanya tersebut.
Sebelum berlayar, Diyut, sapaan akrab Serda Diyut Subandriyo selalu mencium tangan dan sungkem untuk memohon doa restu kepada ibunda-nya agar tugasnya diberi kelancaran.
"Waktu ke sini terakhir itu Minggu kemarin. Ia cuma bilang sama ibu mau pamit latihan. Dia bilang kalau seandainya ada apa-apa, nanti jasadnya ingin di pangkuan ibunda. Setiap kali mau latihan, dia bilang begitu," ungkap dia.
Sartiningsih menyatakan tidak ada firasat apa pun ketika anaknya hendak menjalankan tugas negara. Bahkan peristiwa hilang dan tenggelamnya kapal selam yang menimpa putra-nya itu diketahuinya dari media elektronik.
Saat tidur, usai mengetahui kapal selam yang digunakan anaknya hilang kontak dan tenggelam, ia bermimpi bahwa anaknya pulang dengan mengenakan celana doreng (loreng) seragam TNI dan kaos putih. Kini ia pasrah dan berdoa, berharap anaknya dan awak kapal lainnya dapat ditemukan.
Baca Juga:Luis Milla Ikut Berduka atas Tenggelamnya KRI Nanggala 402
Helen, istri Serda Diyut juga menyampaikan ungkapan terakhir suaminya kepadanya saat ia mengantarkan ke Terminal Madiun untuk bertolak ke Surabaya guna kembali berlayar pada Minggu, 18 April lalu.
Sebelum berangkat naik bus, Serda Diyut sempat menyampaikan firasat tidak enak dalam tugasnya berlayar-nya kali ini. Namun, sebagai istri, Helen menguatkan suami agar tetap menjalankan tugas yang telah diberikan satuan dengan baik.
"Kemarin waktu mau layar itu cuma bilang, minta doanya, ya, Nda (Bunda). Dan itu diucapkan berkali-kali oleh Pak Diyut sebelum berangkat naik bus ke Surabaya," tutur Helen.
Menurut Helen, ungkapan tersebut tidak biasanya dikatakan oleh suaminya saat hendak tugas berlayar.
Kepala MI Darul Ulum Kota Madiun itu mengatakan kontak terakhir dengan suaminya dilakukan pada hari Selasa (20/4) malam sekitar pukul 22.00 WIB melalui pesan WA.
Setelahnya ia tidak dapat menghubungi Diyut hingga mendapat kabar bahwa Kapal Selam KRI Nanggala-402 yang membawa suaminya dan 52 awak lainnya dinyatakan hilang dan tenggelam.
Serda Diyut Subandriyo merupakan putra kelahiran Madiun pada tanggal 30 September 1984. Ia adalah anak kelima dari enam bersaudara.
Yang bersangkutan merupakan alumni SMP Negeri 7 Kota Madiun. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMK YP 17-1 Madiun dan setelah tamat mendaftarkan diri sebagai prajurit TNI Angkatan Laut.
Ia kemudian menikahi Helen pada tahun 2009 dan dikaruniai dua anak. Pertama perempuan berusia 11 tahun dan anak kedua laki-laki berusia 5 tahun.