SuaraJatim.id - Stadium awal kanker ovarium umumnya sulit dideteksi. Hal ini terkonfirmasi dengan data kesehatan, dimana umumnya 70-80 persen kanker ini baru terdiagnosis di stadium lanjut.
Hal ini disampaikan Spesialis Obstetri dan Ginekologi, dokter Pungky Mulawardhana, Sp.OG (K). Oleh sebab itu, Ia menjelaskan, gejala-gejala awal kanker ovarium harus diwaspadai dan dikenali.
Tujuannya, dia melanjutkan, agar didiagnosis sejak dini bisa dilakukan, sehingga penanganannya bisa maksimal.
"Kanker ovarium adalah silent killer karena pada stadium awal umumnya tidak terdeteksi," kata Pungky, dikutip dari Antara, Sabtu (29/5).
Baca Juga:Hasil Studi Baru Sebut Hormon Androgen Membuat Pengobatan Kanker Kian Ampuh
Dia menjelaskan, dari data juga disebutkan, karena rata-rata kanker ini baru terdiagnosis di stadium lanjut, konsekuensinya angka ketahanan hidupnya rendah.
Padahal, bila penyakit itu diketahui sejak awal dan dilakukan terapi sedini mungkin, maka tingkat kesembuhan pun lebih tinggi serta ketahanan hidup lebih baik.
Dokter punky kemudian menjelaskan gejala-gejala awal kanker ovarium ini. Meskipun tidak spesifik, tapi tetap harus diwaspadai, seperti perut terasa kembung, perut terasa sering penuh ketika makan, sering buang air kecil dan nyeri panggul kronis.
Ciri-ciri yang tidak spesifik itu kerap membuat pasien baru memeriksakan diri ketika gejala lainnya terasa pada stadium lanjut.
Ketika kanker sudah melewati stadium awal, gejala yang mungkin dirasakan adalah sakit punggung, kebiasaan buang air besar yang berubah serta rasa sakit ketika berhubungan intim.
Baca Juga:Kasus Covid-19 Filipina Capai Sejuta, Daftar Makanan Terburuk untuk GERD
"Kanker ovarium jarang ditemukan pada stadium awal karena berkembang secara tersembunyi dan hampir tidak bergejala. Bila timbul gejala klinis, umumnya merupakan akibat dari pertumbuhan, perkembangan, serta komplikasi yang sering timbul pada tingkat stadium lanjut," katanya.
Dia melanjutkan, ketika keadaan sudah pada stadium lanjut, kanker akan sulit untuk disembuhkan. Operasi dan kemoterapi adalah penanganan yang umum dilakukan untuk kanker ovarium.
Setelah diobati, 80 persen pasien dengan kanker stadium 2-4 rentan mengalami kekambuhan atau rekurensi sebagian besar pada dua tahun pertama.
Setelah lima tahun monitoring berkala, bila tidak ada keluhan pasien tak perlu memeriksakan diri lagi. Maka, fokus saat ini adalah deteksi, diagnosis serta terapi dini.
"Pada kanker ovarium stadium awal, di mana penyakit ini masih terbatas di ovarium, penanganan dan pengobatan memiliki kemungkinan besar untuk berhasil."
Sayangnya, operasi masih jadi momok untuk sebagian masyarakat sehingga orang-orang enggan memeriksakan diri karena khawatir harus melewati pengobatan tersebut. Ada kecenderungan orang-orang baru pergi ke dokter bila keluhan yang dirasakan betul-betul terasa nyeri.
"Kalau tidak nyeri hebat, tendensinya tidak ke dokter," kata dia.
Untuk perempuan yang sudah aktif secara seksual, pemeriksaan bisa dilakukan dengan USG transvaginal, pencitraan menggunakan gelombang suara yang dipancarkan lewat vagina untuk memeriksa organ reproduksi.
Pada USG transvaginal, karena dekat dengan organ kandungan, gambaran yang didapatkan lebih akurat.
Bagi yang belum berhubungan seks, deteksi kanker ovarium bisa dilakukan dengan USG perut. Namun akurasinya tidak setinggi USG transvaginal. Meski demikian, nantinya dokter yang bisa memutuskan metode terbaik untuk setiap individu.
Ada beberapa faktor yang membuat seseorang rentan terkena kanker ovarium, yakni angka paritas yang rendah, usia yang bertambah, gaya hidup buruk seperti merokok dan stres, endometriosis dan ada riwayat keluarga kanker ovarium atau payudara serta mutasi genetik (BRCA).
Dokter menyarankan masyarakat untuk berhubungan seks secara aman, tidak merokok, menjalani vaksinasi HPV, memeriksa kandungan secara rutin dengan USG, pap semar dan deteksi dini kanker mulut rahim, juga memeriksakan diri ke tenaga medis bila ada keluhan.