SuaraJatim.id - Bicara wabah atau pandemi bukan sekarang ini saja terjadi. Sejak dulu masyarakat Jawa Timur sudah pernah mengalaminya. Ini dibuktikan dengan jejak sejarah berdirinya sanatorium di sejumlah daerah, salah satunya Kota Batu.
Sanatorium popular pada zaman malaise dulu. Orang-orang Eropa pada akhir abad ke-19 silam membangun sanatorium untuk mengatasi penyakit menular, dalam konteks ini terkait dengan wabah virus, bakteri, atau penyakit menular lainnya.
Dan tidak banyak yang tahu kalau Rumah Sakit Karsa Husada di Kota Baru didirikan untuk memerangi penyakit menular yang terjadi sekitar tahun 1928 an. Rumah sakit ini merupakan ujung tombak perang melawan penyakit menular waktu itu.
Dikutip dari timesindonesia.co.id, jejaring media suara.com, Warga asli Kota Batu sampai kini masih akrab menyebut RS Karsa Husada dengan sebutan Rumah Sakit Sanatorium.
Situs historicalhospitals.com menyebutkan The Sanatorium Batoe (kini RS Karsa Husada) didirikan oleh Central Association to Combat Tuberculosis, sebuah asosiasi untuk memerangi tuberculosis pada tahun 1928.
Baca Juga:Pelaku Teror Wafer Berisi Benda Tajam di Jember Diringkus Polisi
Tuberculosis sendiri merupakan penyakit paru-paru akibat dari kuman mycobacterium tuberculosis yang menular lewat batuk dan bersin. Pada tahun 1929 tuberculosis mewabah di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Jawa Timur.
Sanatorium Batoe, waktu itu menjadi ujung tombak penanganan penyakit tersebut. Rumah sakit ini menerima subsidi dari pemerintah kolonial. Saat itu, kapasitas tempat tidur baru 25 tempat tidur yang rata-rata terisi 19 tempat tidur.
"Di Bator diterapkan sistem pengasuhan keluarga, artinya orang sakit bisa menyewa rumah kecil dengan harga sewa rendah, dimana seluruh keluarga bisa pergi ke sana untuk tinggal dan merawat pasien yang dirawat di ruangan khusus," demikian situs itu menjelaskan.
Keluarga yang menunggu penyembuhan pasien tidak sekadar merawat, namun juga melakukan berbagai pekerjaan yang bisa mereka lakukan di Kota Batu. Karena penyembuhan penyakit tuberkolosis ini juga cukup lama, sama seperti penyembuhan pasien Covid-19.
Mantri--sebutan tenaga medis saat itu--melakukan kunjungan ke rumah-rumah secara berkala untuk memeriksa kondisi pasien. Pada tahun 1936 kapasitas tempat tidur di rumah sakit ini meningkat menjadi 80 tempat tidur.
Baca Juga:Korupsi Rp 1,04 Miliar, Eks Camat Duduksampeyan Gresik Dituntut 8 Tahun Penjara
Disebutkan dalam situs ini, sesuai dengan tulisan Goggryp tahun 1934, The Sanatorium Batoe terletak di Songgoriti yang berada di daerah pegunungan Gunung Boetak dan Gunung Kawi yang berada di wilayah Karesidenan Malang, Kabupaten Poedjon di Provinsi Jatim (Sekarang masuk wilayah Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur).
Letak rumah sakit ini berbeda dengan kondisi saat ini, entah kapan terjadi, Sanatorium sudah berpindah ke jantung Kota Batu, tepatnya di Jl Ahmad Yani atau berjarak kurang lebih 2 kilometer dari rumah sakit yang sekarang. Website RS Karsa Husada menyebutkan sejarah singkat pendirian rumah sakit ini.
Yakni rumah sakit Sanatorium berdiri tahun 1912 pada masa penjajahan Belanda dengan pelayanan rawat jalan untuk penyakit paru. Dalam perkembangannya rumah sakit ini berubah nama beberapa kali. Saat awal pendirian diberi nama Sanatorium, kemudian berganti nama menjadi RS Paru dan kini dikenal menjadi RS Karsa Husada.
Seiring dengan semakin terkendalinya penyakit menular TBC, rumah sakit ini tidak hanya menangani penyakit khusus yang berkaitan dengan penyakit paru saja, namun kini menangani beragam penyakit lainnya, termasuk menjadi RS rujukan penanganan Covid-19.
Tokoh masyarakat Songgoriti Kota Batu, Haryoto membenarkan bahwa pernah ada rumah sakit berdiri di Songgoriti. "Letaknya tidak jauh dari Candi Songgoriti, sekarang lokasi rumah sakit tersebut sudah beralih fungsi menjadi hotel," ujarnya.