SuaraJatim.id - Epos kepahlawanan tidak melulu tentang mengangkat senjata kemudian terlibat baku tembak dengan musuh. Pahlawan berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu phala-wan.
Phala-wan berarti orang dari dirinya menghasilkan sesuatu yang berkualitas bagi bangsa, negara, dan agama. Orang ini sangat menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani.
Orang seperti ini ada di banyak tempat dan di banyak posisi. Pada zaman malaise dulu misalnya, cerita kepahlawanan bukan hanya mereka yang ada di palagan perang, tapi mereka yang berjuang demi kemanusiaan dan membela kebenaran.
Maka tidak mengherankan bila melihat daftar Pahlawan Nasional Indonesia tidak hanya diisi tentara yang mengangkat senjata, ada dari kalangan ulama, ilmuan, aktivis, dokter, sampai musisi.
Baca Juga:Novita Wijayanti Harap HUT ke-76 RI Perkuat Persatuan Bangsa
Hari ini tepat 17 Agustus, HUT Kemerdekaan RI ke-76. Untuk mengenang kembali cerita kepahlawanan, Suarajatim mengangkat kisah dua tokoh pahlawan nasional asal Surabaya yang berjuang bukan di palagan perang, tapi lewat kemampuan dan karya lainnya, kemudian menginspirasi banyak orang.
1. dr Soetomo
Soetomo lahir di Nganjuk, 30 Juli 1888. Ia adalah tokoh pendiri Budi Utomo, organasi pergerakan yang ada di Indonesia. Ia lahir dengan Soebroto dan menggantinya menjadi Soetomo saat masuk sekolah menengah.
Soeteomo muda menempuh pendidikan dokter di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, Batavia. Bersama rekan-rekannya sekolah, ia mendirikan perkumpulan Budi Utomo pada 1908. Ia sempat melanjukan pendidikan kedokteran spesialis ke di Amsterdam antara tahun 1919 hingga 1923.
![dr Soetomo sedang memeriksa pasien [Foto: Koleksi museum dr Soetomo]](https://media.suara.com/pictures/480x260/2021/08/17/71566-dr-soetomo-sedang-memeriksa-pasien.jpg)
Selama kuliah, Soetomo ikut berkegiatan di Indische Vereeniging. Soetomo juga sempat dipilih menjadi ketua Indische Vereeniging periode 1921–1922. Pada tahun 1923, Soetomo kembali ke Indonesia dan menjadi pengajar di Nederlandsch Artsen School (NIAS).
Baca Juga:Bertepatan dengan HUT RI, Kloter Pertama Tim Indonesia Bertolak ke Paralimpiade Tokyo
Pada tahun 1924, Soetomo mendirikan Indonesian Study Club (dalam bahasa Belanda Indonesische Studie Club atau Kelompok Studi Indonesia) di Surabaya.