SuaraJatim.id - Belakangan ini, profesi jurnalis rentan berhadapan dengan proses hukum. Terbaru seperti yang dijalani jurnalis Tempo Nurhadi terkait kasus penganiayaan saat meliput tersangka korupsi di Surabaya.
Berkaca dari itu, penting setiap jurnalis memiliki kecapakan menghadapi proses persidangan. Hal itu terungkap dalam konferensi pers secara virtual yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bersama AJI Surbaya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lentera, Federasi KontraS, LBH Pers, dan jajaran redaksi Tempo, Rabu (6/10/2021).
Seperti diketahui, Rabu (6/10/2021) sidang lanjutan adalah mendengar kesaksian dua redaktur dan pimpinan Tempo terhadap kasus penganiayaan Nurhadi yang hendak mewawancara tersangka kasus korupsi Angin Prayitno Aji.
Seperti diketahui, Nurhadi waktu itu memang ditugasi untuk mewawancara langsung ke Angin oleh redakturnya Linda Trianita. Kala itu, Angin hadir dalam pesta pernikahan anaknya di Graha Samudra Bumimoro, kompleks Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Laut (Kodiklatal) di Surabaya.
Baca Juga:Persidangan Kasus Penganiayaan Jurnalis, Tempo Beber Kronologis Penugasan Nurhadi
Pemred Majalah Tempo, Setri Yasar mengatakan, perlu ada pelatihan dasar untuk wartawan menghadapi persidangan. Sebab, saat persidangan kasus penganiayaan jurnalis Nurhadi, Ia mengalami kegagapan dalam menjawab pertanyaan hakim.
Contohnya, adalah sebagai saksi dia malah ditanya pendapat perihal metode wawancara Nurhadi secara doorstop.
"Saya sebelum sidang rasanya punya cukup mental, tapi ketika sidang saya gagap. Saya sebagai saksi waktu itu kok dimintai pendapat. Itu sih yang saya dapatkan. Dan seharusnya ada pelatihan bagi jurnalis ketika menghadapi persidangan ini," tutur dia.
Permintaan ini pun bukan hanya untuk dirinya dan Tempo. Pelatihan dasar persidangan bagi jurnalis ini penting untuk seluruh jurnalis.
"Ini bukan karena Nurhadi atau Tempo. Ini bukan soal Nurhadi saja. Tapi sebuah profesi yang mana kita bekerja. Apalagi banyak kasus kekerasan jurnalis yang mandek tidak dituntaskan saya kira perlu ini pengetahuan persidangan," tutur dia.
Baca Juga:Fakta Sidang Kasus Jurnalis Tempo, Nurhadi: Kabel di Leher, Pipa Besi di Kepala Saya
Sementara, Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lentera, Salawati Taher mengamini pentingnya pelatihan persidangan. Sebab, kualitas pendampingan hukum bukanlah pengacara tapi jaksa.
Dia pun menilai jaksa sangat riskan untuk turut melemahkan dakwaan dari Nurhadi terhadap dua polisi yang menganiayanya.
"Yang mendampingi itu Kejaksaan bukan pengacara. Ada upaya melemahkan delik aduan. Kalau ada pelemahan dari dakwaan kita akan kalah. Pendapat hakim juga sedikit banyak berdasarkan BAP di ruang sidang yang disusun. Saya masih ragu kapasitas jaksa kita," tutur dia.
Dia pun berterimakasih, teman-teman jurnalis yakni dari AJI Indonesia, AJI Surabaya dan khususnya perusahaan Nurhadi bekerja, yakni Tempo yang totalitas ikut serta mendukung atau mengawal kasus Nurhadi.
"Jadi solidaritas ini yang bisa kita lakukan. Masuk ke penuntutan dan persidangan semua beralih ke JPU (Jaksa Penuntut Umum) apalagi yang bisa kita lakukan selain solidaritas dengan berkata 'Hey Kami Melihat Kalian' 'Kami Mengetahui Hukum'," ujarnya.
Sementara itu, Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrim menambahkan, bahwa pengusutan kasus ini adalah kesempatan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahwa institusinya bersih dari praktik melindungi pelaku kekerasan.
"Kepolisian telah melakukan agenda reformasi yang digelorakan pada tahun 1998. Ini (kasus Nurhadi) kesempatan kepolisian sebagai institusi yang bersih dan tidak melindungi pelaku tindak kekerasan," tutur dia.
Dia pun menambahkan, kasus Nurhadi ini layak diusut secara tuntas karena Nurhadi mencoba membongkar praktik kotor korupsi.
"Dan manfaatnya nanti bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik bukan kepentingan Tempo bukan kepentingan jurnalis tapi publik," tutup dia saat melakukan konferensi pers secara daring, Rabu (6/10/2021).
Kontributor : Bob Bimantara Leander