SuaraJatim.id - Kondisi Sri Hartuti, guru honorer di Kabupaten Ngawi ini sungguh memprihatinkan. Belasan tahun mengabdi untuk dunia pendidikan, kehidupannya masih jauh dari kata layak.
Ya, Guru di SD Negeri Pandean 4, Kecamatan Karanganyar ini tinggal di rumah gedek atau anyaman bambu. Lantai pun tanpa keramik dan menyatu dengan kandang ternak.
Kendati demikian, ibu tiga anak ini tak pernah mengeluh. Honor sebagai guru Rp 300 ribu per bulan diterimanya dengan penuh rasa syukur. Nominal itu tentu jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ditambah sang suami, Anggi Nugroho tak memiliki pekerjaan tetap.
Suaminya bekerja serabutan, kadang mengais sebagai kuli panen padi, kuli bangunan, hingga kuli tebang tebu.
Baca Juga:Renovasi Benteng Van Den Bosch Ngawi Nemu Ratusan Peluru dan Benda Cagar Budaya
"Honor saya dan hasil kerja suami belum cukup untuk memenuhi kebutuhan. Masih ada yang kurang. Tapi ya kami hidup apa adanya seperti ini, yang ada disyukuri," tuturnya mengutip darii Beritajatim.com jaringan Suara.com, Sabtu (23/10/2021).
Mulanya, Sri tidak mendapat gaji sebagai tenaga pendidik. Kemudian, Ia mulai mendapatkan honor, meski hanya Rp 50 ribu. Kemudian naik menjadi Rp 100 ribu. Kekinian honornya mencapai Rp 300 ribu.
Rumah gedek yang dihuninya itu ternyata menumpang di lahan milik Perhutani.
"Akhirnya kami bangun empat tahun silam. Adanya seperti ini. Kami tinggali bersama. Meski bersama kambing ya tidak masalah. Itu juga rezeki kami. Kami syukuri," ujarnya.
Jauh dalam hatinya, dia ingin memiliki tempat tinggal yang layak. Sekaligus, dia bisa segera diangkat jadi aparatur sipil negara (ASN). Bahkan, sesuai dengan kualifikasi minimal, dia bisa mendaftar calon pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Baca Juga:Ngeri! Detik-detik Pengendara Motor Tergencet Bus Sugeng Rahayu dan Bus Mira di Ngawi
Tak sedikit dukungan yang mengalir untuk Sri. Rekan-rekan guru di sekolah tempat dia mengajar kerap memperhatikannya. Bahkan, sering memberikan bantuan. Hati mereka teriris saat pertama kali datang ke rumah Sri.
"Pernah datang ke rumah bersama rekan-rekan lain saat Bu Sri melahirkan. Semua menangis, tidak bisa membayangkan kalau hujan angin bagaimana dengan kondisi rumahnya. Kami sarankan agar sekeluarga tidur di atas, agar tidak digigit binatang. Memang benar satu atap dengan kambing. Air pun sulit di sana," terang Supatmi, rekan sejawat Sri di SD Negeri Pandean 4.