SuaraJatim.id - Sudah dua tahun ini anak kiai pondok pesantren di Jombang Jawa Timur ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan.
Namun selama itu pula kelanjutan kasusnya tidak jelas dan tidak kunjung ditahan. Lantaran kasus yang terus mengambang, maka tersangka 'Gus' asal Jombang berinisial MSAT itu pun mengajukan praperadilan.
Kuasa Hukumnya MSAT, Setijo Boesono menilai bahwa penetapan tersangka pada kliennya tidaklah tepat sebab tak ada satupun bukti yang mengarah adanya tindakan kekerasan seksual yang dilakukan kliennya.
"Tak ada satupun bukti maupun saksi yang melihat klien saya melakukan perbuatan yang disangkakan," katanya seperti dikutip dari beritajatim.com, jejaring media suara.com, Selasa (14/12/2021) malam.
Baca Juga:Buruh Pabrik Terdakwa Pencabulan Siswi SD di Jombang Diganjar 14 Tahun Penjara
Ia menambahkan, terdapat kejanggalan dalam proses penyidikan kasus ini. Sebab, kliennya ditetapkan sebagai tersangka dahulu baru akhirnya dilakukan visum.
"Kan ini aneh, umumnya visum terlebih dahulu baru penetapan tersangka," katanya seperti dikutip dari beritajatim.com, jejaring media suara.com.
Lebih lanjut Setijo Boesono menyatakan, dalam kasus ini penyidikan yang dilakukan kepolisian sudah hampir dua tahun. Selama kurun waktu tersebut, berkas belum juga dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sehingga penyidik harus melengkapi apa yang menjadi petunjuk dari JPU.
Bolak baliknya berkas dari penyidik ke JPU yang mencapai tiga kali, menurut Setijo Boesono apabila mengacu pada peraturan bersama antara, Kejaksaan Agung, Polri, Mahkamah Agung dan Menkumham pada tanggal 4 Mei 2010 pada lampiran ke-10. Disebutkan apabila terjadi proses penyidikan yang dilimpihkan ke Kejaksaan sampai ada P19 tiga kali di situ diatur tidak dapat dilanjutkan proses penyidikanya.
"Acuannya itu, alhamdullilah pendapat-pendapat ahli hukum yang kami hadirkan dalam persidangan tadi, sesuai diatur di situ," katanya.
Baca Juga:Akhir Pelarian Bapak Cabuli Anak Kandung, Terciduk Saat Santai Di Warung
Lebih lanjut, Setijo mengatakan dirinya optimis permohonannya dikabulkan oleh hakim, dengan bukti-bukti maupun saksi ahli yang sudah diajukan dalam persidangan.
Ia memaparkan keterangan saksi ahli forensik dari kedokteran menjelaskan bahwa visum yang dibuat untuk mendeteksi adanya dugaan pemerkosaan. Ternyata dibuat setelah enam bulan setelah ada peristiwa dugaan pemerkosaan.
"Maka dari situ hasil dari visum itu tidak akurat. Apalagi ada dua visum yang berbeda kesimpulanya. Intinya dari dua visum itu tidak bisa gunakan karena akurasinya kurang, selain tidak ada unsur kekerasan," paparnya.
Sebelumnya, kasus ini mencuat dua tahun lalu. Tepatnya 19 Oktober 2019, MSA (39) anak dari seoarang Kiai di Jombang sekaligus pengurus pesantren menjadi tersangka atas dugaan kasus pemerkosaan kepada santriwati dengan Nomor LP: LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG.
Sebulan kemudian, berdasarkan surat pemberitahuan penyidikan yang dikirim Polres Jombang ke Kejari setempat, MSA, yang merupakan pengurus salah satu Ponpes di Jombang ditetapkan sebagai tersangka.
Kemudian kasus dugaan pencabulan ini ditarik ke Polda Jatim karena semakin menjadi perhatian publik. Berbagai kejadian turut mewarnai penanganan kasus tersebut, salah satunya tentang kegagalan polisi membekuk MSA ketika upaya paksa dilakukan.
Kapolda Jatim waktu itu masih dijabat Irjen Pol Luki Hermawan berjanji untuk menjemput sendiri MSA ke pondoknya hingga kerap terjadi aksi demo menuntut ketegasan aparat penegak hukum menuntaskan kasus tersebut.
Selama dua tahun menyadang status tersangka, akhirnya Much Subchi Azal Tzani mengajukan praperdilan terdaftar dalam Nomor 35/Pid.Pra/2021/PN Sby. Berikut isi petitum permohonan tersebut.
Menyatakan penetapannya sebagai tersangka serta proses penyidikan yang dilakukan Polda Jatim kepadanya tidak sah atas penetapan sebagai tersangka kasus pemerkosaan atau perbuatan cabul.