Konflik Agama, Islamophobia dan Perang Mendorong NU Kaji Lagi Piagam PBB dari Perspektif Fiqih

Peliknya berbagai persoalan di dunia yang penyelesaiannya cenderung unilateral, menjadi landasan Nahdlatul Ulama (NU) menggelar Muktamar Internasional Fiqih Peradaban.

Muhammad Taufiq
Minggu, 05 Februari 2023 | 21:29 WIB
Konflik Agama, Islamophobia dan Perang Mendorong NU Kaji Lagi Piagam PBB dari Perspektif Fiqih
Muktamar Internasional Fiqih Peradaban [SuaraJatim/Suara.com]

SuaraJatim.id - Peliknya berbagai persoalan di dunia yang penyelesaiannya cenderung bersifat unilateralisme (sepihak), menjadi salah satu landasan Nahdlatul Ulama (NU) menggelar Muktamar Internasional Fiqih Peradaban Piagam PBB.

Persoalan-persoalan ini misalnya perang di Eropa dan Timur Tengah, konflik antar agama, islamophobia di Eropa, lalu kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di berbagai negara. NU mencoba mendorong penyelesaian persoalan itu secara damai, doalogis, dan tidak hanya sepihak, melainkan multilateral atau kerjasama berbagai pihak.

Hal ini disampaikan Wakil Sekjen PBNU Muhammad Najib Azca. Goal dari Muktamar ini, kata dia, bisa menjadi trigger (pemicu) di kancah internasional. Kemudian memanasinya agar menjadi konsen, tidak hanya komunitas Islam global, melainkan komunitas agama-agama lain.

"Konkretnya, NU melihat saat ini banyak konflik, perang, termasuk Islamophobia, lalu pelanggaran HAM terjadi di dunia. Ini kenapa NU mendorong Piagam PBB kembali dimunculkan sebagai solusi masalah-masalah itu," kata Najib kepada suara.com, Minggu (05/02/2023).

Baca Juga:Muktamar Internasional Fiqih Peradaban Dibuka dengan Pameran Dokumentasi Pergerakan Mbah Wahab

"Muktamar ini harapannya menjadi trigger di kancah internasional. Terlebih lagi Piagam PBB ini tidak muncul, tidak berkembang, padahal ini mempunyai konsekuensi yang sangat penting," ujarnya menambahkan.

NU melihat Piagam PBB ini penting. Oleh sebab itu harus dimunculkan lagi agar sikap menghargai kemerdekaan bangsa-bangsa kembali tumbuh dan dijadikan sebagai dasar hukum perdamaian dunia.

"Kita ingin melihat secara makro, perihal Piagam PBB, dan ini usaha kami membangun implikasi yang sangat signifikan dari upaya kita membangun perdamaian dunia. Teman-teman bisa melihat, kita ini membangun pondasi fikih, terlebih lagi selama ini Islam tak pernah menjadi aktor penting dalam hal itu," terangnya.

Di sini, NU mengajak para tokoh dunia maupun tokoh-tokoh agama di dunia, menengok kembali Piagam PBB yang pada saat ini mulai ditinggalkan.

"Harapannya kita bisa terus berkembang, bagaimana umat Islam sebagai pilar pokok atau pilar utama dan membangun format baru perdamaian dunia. Kenapa piagam PBB, karena piagam tersebut salah satu kekayaan yang amat sangat besar dalam membangun perdamaian ke depan, tetapi selama ini tidak diperbincangkan terutama oleh umat Islam," urai Najib.

Baca Juga:Satu Abad NU, Eyelink Foundation dan Unusa Gelar Operasi Katarak dan Bagikan Kacamata Gratis

Dalam penjelasan Najib kali ini, bahwa Piagam PBB ini mengakui kemerdekaan sebuah bangsa, dan juga hak asasi manusia. Piagam PBB ini yang mengakui terhadap kemerdekaan, terutama negara hukum dan juga hak asasi manusia.

"Ini sesungguhnya bisa dilihat kembali dan mengkondisikan perdamaian kedepan, jadi untuk membangun perdamaian yang solid kita sudah punya harta yang cukup besar lho, tapi dilupakan," jelasnya.

"Persoalannya begini, yang kita tau ada dua makna, dan makna ini sangat penting untuk umat Islam, khususnya para ulama, karena ini membicarakan konstruksi yang solid dan piagam PBB," imbuhnya.

Menurutnya, pembicaraan ini sangat penting, karena membicarakan multilateralisme membicarakan internasional. Belakangan ini multilateralisme sangat lemah, dalam bahasanya yakni uniteralisme.

"Uniteralisme itu apa, kalau ada problem diselesaikan di sini, tidak secara bersama. Contohnya apa? Iran, Afganistan, Israel dan Palestina, di sini peran PBB tidak jelas. Jadi penyelesaian masalah secara unilateral. Lah ini menjadi hal yang menarik buat PBNU dalam menyelesaikan masalah, pentingnya dunia ini kembali ke dalam konsep bersama. Kita menyelesaikan masalah ini ke PBB," terangnya.

Menurutnya, di tengah seperti inilah, PBNU melakukan hal untuk kembali lagi, sebuah organisasi keagamaan mengajak untuk kembali ke multiteralisme. Piagam PBB ini sebuah kesepakatan luar biasa sekali.

"Piagam PBB ini kan dirumuskan bahkan sebelum Indonesia belum merdeka, dan itu menjadi pondasi kemerdekaan bangsa-bangsa, tapi sekarang ini jarang dilihat," ucap Najib.

Saat ini, dari penilaian NU sendiri, para ulama sudah di nomor duakan dalam membicarakan isu-isu yang terjadi di dunia. Namun jika nantinya Muktamar Internasional Fikih Peradaban ini berhasil, maka akan menjadi hal yang luar biasa.

"Selama ini ulama Islam marjinal, tidak pernah membicarakan isu-isu internasional, perdamaian dunia tidak pernah, tapi kalau ini berhasil, kami yakin ini akan menjadi driving force yang luar biasa, untuk membangun kembali keharmonisan perdamaian dunia untuk bangsa-bangsa, dan itu juga akan berbasiskan perdamaian dunia dengan nilai-nilai agama yang lebih penting juga," lengkap Najib.

Dalam masalah ini, NU ingin memberikan contoh pada tokoh-tokoh agama ataupun tokoh dunia, dalam mengambil sikap terhadap permalasahan yang terjadi di Internasional.

"NU ini memberikan contoh, bahkan pada seluruh pimpinan agama di dunia, ini lho bagaimana menjalankan agama sebagai sumber inspiratif solusi untuk krisis dunia itu contohnya apa, ya Muktamar Internasional Fikih Peradaban," tandasnya. (Dimas Angga Perkasa)

Sementara itu menurut Ketua Umum PBNU Kiai Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, Muktamar itu penting untuk pembangunan peradaban seperti yang manusia inginkan, hingga seberapa peran Islam dalam peradaban dan perdamaian dunia saat ini.

"Tujuan dari Muktamar membangun peradaban ini, tentang peradaban seperti apa yang hendak kita inginkan. Kemudian bagaimana sumbangan Islam untuk peradaban manusia tersebut, tentang bagaimana sebetulnya pondasi keagamaan, landasan syariat, serta agenda-agenda yang nantinya diluncurkan dalam rangka melangsungkan peradaban," ujar KH Yahya, Surabaya, Minggu (5/2/2023).

Kiai Yahya juga menjelaskan wacana, yang selama ini sudah digodok oleh NU, demi perdamaian dunia, hingga permasalahan global lainnya.

"Selama ini, kita juga punya wacana yang cukup besar, tentang toleransi beragama, dan lain sebagainya, tapi juga sebetulnya juga berkaitan besar di dalam masalah-masalah global ini, yaitu wawasan syariah yang terkait dengan kontruksi dalam pembangunan ini," terangnya.

"Nanti, besok akan kita ajak, untuk menghadiri prosesi puncak Harla di Sidoarjo. Ini sudah kita desain sedemikian rupa, untuk menunjukan para ulama di seluruh Dunia, tentang betapa pentingnya membangun ikatan sosial seperti Nahdlatul Ulama ini," ujarnya.

Kontributor : Dimas Angga Perkasa

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini