Pemilih NU di Jatim Jadi Rebutan, Capres Harus Pahami Tipologi Nahdliyin

Banyak juga tokoh muda dari pesantren itu ikut dilibatkan dalam tim pemenangan capres dan cawapres.

Baehaqi Almutoif
Sabtu, 18 November 2023 | 20:35 WIB
Pemilih NU di Jatim Jadi Rebutan, Capres Harus Pahami Tipologi Nahdliyin
Para kader NU saat acara Selatda di Kuta Mandalika Lombok Tengah, Minggu (5/12/2021). [Dok Antara]

SuaraJatim.id - Pemilih milenial dipastikan akan mendominasi pemilu 2024 mendatang. Berdasarkan data KPU RI, daftar pemilih tetap (DPT) se-Indonesia sebanyak 204 juta orang. Sebanyak 56,45 persen atau 113 juta di antaranya merupakan pemilih dari generasi millenial dan generasi Z.

Sementara di Jatim, generasi millenial dan generasi Z ini juga mendominasi. Dari 31,4 juta pemilih, 31 persen atau sekitar sembilan juta diantanya adalah generasi millenial. Sementara itu generasi Z sebanyak 20 persen atau sekitar enam juta pemilih.

Tak heran kedua generasi inilah menjadi target utama untuk memenuhi perolehan suara di pesta demokrasi lima tahunan nanti. Banyak juga dari pemilih ini merupakan masyarakat pesantren di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU).

Alhasil, dalam pilpres khususnya, banyak juga tokoh muda dari pesantren itu ikut dilibatkan dalam tim pemenangan. Suara.com pun mencoba merangkum tokoh-tokoh NU yang tergabung dalam tim pemenangan tiga pasangan calon di Pilpres 2024.

Baca Juga:Menhan Evaluasi Pesawat Super Tucano Milik TNI AU Usai Jatuh di Pasuruan

Pasangan Anies-Muhaimin, ada nama Nihayatul Wafiroh yang merupakan Pengurus Fatayat NU Yogyakarta 2012-2016, KH Maksum Faqih Pengasuh Pondok Pesantren Langitan Tuban, dan KH Nasirul Mahasin Pimpinan Pondok Pesantren Al-Tahfidzul Qur'an Narukan.

Kubu pasangan Prabowo-Gibran, ada Habib Muhammad Luthfi bin Yahya yang merupakan Ketua Jam'iyyah Ahlith Thariqah al-Mu'tabarah an-Nahdliyyah, Ny. H. Machfudhoh Aly Ubaid (Dewan Pembina PP Muslimat NU), KH Ali Masykur Musa (Ketua Umum PP ISNU), KH Nusron Wahid (Ketua PBNU), M. Irfan Yusuf Hasyim (Cucu pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari).

Kemudian KH Asep Saifuddin Chalim (Ketua Umum PP Pergunu), Hj. Arifah Choiri Fauzi (Sekretaris PP Muslimat NU), KH Kharor Aschal (Cicit syaikhona Kholil Bangkalan), KH Abdul Ghofur (Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajad Lamongan), KH Adib Rofiuddin Izza (Pengasuh Pondok Pesantren Buntet Cirebon), Juri Ardiantoro (Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia)

Sementara itu, dikubu Ganjar-Mahfud ada Arwani Thomafi (anak dari ulama NU sekaligus pemilik pesantren di Lasem, Rembang Alm. KH Ahmad Thoifur), Zannuba Ariffah Chafsoh atau yang dikenal dengan Yenny Wahid (Putri Gus Dur), Ahmad Basarah (Wakil Ketua Lakpesdam PBNU)

Tersebarnya tokoh-tokoh NU ini, banyak pengamat politik menilai suara Nahdliyin akan terpecah. Termasuk di Jatim yang selama ini menjadi basis dari organisasi Islam terbesar di Indonesia ini.

Baca Juga:Kader TIDAR Dilarang Balas Kampanye Hitam: Silakan Kubu Lain Menyerang

“Ketiga calon ini menggunakan toko NU untuk mempengaruhi suara mereka di Jatim. Nantinya, akan terjadi penyebaran,” kata pengamat politik dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Moch Mubarok Muharram saat dihubungi Suara.com, Sabtu (18/11/2023).

Mubarok mengungkapkan, Jawa Timur menjadi kunci perolehan suara. Tidak heran bila provinsi yang memiliki karakter pemilih NU menjadi perhatian utama bagi para calon. Ketiga pasangan pun menggunakan tokoh-tokoh NU dengan harapan bisa memikat hati Nahdliyin.

Selain itu, diharapkan dengan strategi tersebut bisa mengamankan suara kaum santri. “Mereka (pengasuh ponpes) akan fokus menggarap santri di pesantren mereka. Itu yang akhirnya akan menjadi menarik,” katanya.

Kendati demikian, Mobarok menyebut ada tantangan berupa perkembangan teknolog dalam merangkul kaum santri. Karena santri dari generasi millenial dan generasi Z ini akan mendapatkan informasi dari sosial media.

“Informasi yang mereka dapatkan dari teknologi digital ini akan lebih banyak dari informasi yang diberikan oleh gus dan kiai mereka. Itulah yang menjadi tantangan tersendiri bagi pesantren di era saat ini. Banyak juga alumni yang adaptif dalam pengembangan teknologi,” ucapnya.

Mau tidak mau, tim pemenangan pasangan capres-cawapres juga harus bekerja keras untuk menghadapi kondisi seperti itu.

Namun ia melihat, saat ini banyak juga ulama dan gus-gus yang memanfaatkan sosial media untuk menyebarkan informasi. Sehingga, para tokoh agama ini juga bisa menyebarkan informasi mereka kepada santri dan alumni santrinya.

Pengamat politik Mochtar W Oetomo memiliki pendapat yang serupa. Ia mengamini suara NU di Jatim nanti akan terbelah. Misalnya Prabowo, Walau Ketua Umum Partai Gerindra itu tidak berpasangan dengan kader NU seperti Ganjar dan Anies, tetapi sudah memiliki investasi suara dalam pilpres sebelumnya.

“Sedikit banyak pasti memiliki pemilih loyal di kalangan Nahdliyin yang masih memilih Prabowo,” kata Mochtar. Bahkan, sangat banyak tokoh NU yang kini bergabung dalam tim pemenangan pasangan calon tersebut.

Namun ia menjelaskan, hal yang harus diperhatikan adalah tipologi Nahdliyin yang bermacam-macam. Ada Nahdliyin strukturalis yang ada di NU dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Mochtar menyebut, untuk yang PKB kemungkinan akan banyak ke pasangan Anies-Muhaimin.

Selain dua itu, ada lagi NU yang berbasis ponpes dalam naungan kiai besar. Ia menilai hingga saat ini, tipologi NU yang satu ini suaranya masih didominasi ke arah Prabowo-Gibran. Ada juga NU kultural dan ambangan yang berada di Mataraman. Mereka lebih banyak ke pasangan Ganjar-Mahfud MD.

“Akhirnya nanti bagaimana pasangan capres dan cawapres ini dapat menyentuh Nahdliyin dengan karakter mereka masing-masing. Nahdliyin ini kompleks. Bukan hanya satu tipologi saja,” terangnya.

Kondisi ini pada akhirnya akan menentukan keterlibatan gus, ning, dan tokoh NU lainnya dalam merebut hati masyarakat NU. Sehingga menurutnya para calon harus memahami cara berkomunikasi dengan masyarakat NU.

“Jika bicara NU yang berbasis ponpes, peran gus, ning dan kiai akan sangat signifikan. Tapi diluar itu: NU strukturalis, kultural dan ambangan peran mereka (gus, ning dan kiai, red.) tidak terlalu signifikan. Karena ke-NU-an mereka lebih cair,” ungkapnya.

Kontributor : Yuliharto Simon Christian Yeremia

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini