Hal ini tidak dapat diabaikan, terutama mengingat meningkatnya ketegangan geopolitik global antara kekuatan Barat (AS dan Eropa) dengan China.
Munculnya hegemoni baru yang menantang kekuatan lama, yang dikenal sebagai "incumbent power," biasanya memiliki kemungkinan untuk memicu konflik bersenjata. Probabilitas ini telah tercatat tinggi, mencapai 75% menurut penelitian dari Bridgewater Associates.
Presiden Joko Widodo telah menegaskan bahwa modernisasi alutsista harus menjadi komponen integral dari investasi dalam sektor pertahanan Indonesia.
Dalam pidato yang disampaikannya saat merayakan HUT ke-78 TNI di Monas, Jakarta, pada 17 Agustus lalu, Jokowi memberikan perintah bahwa setiap anggaran yang dialokasikan untuk belanja alutsista harus mengutamakan produk-produk dalam negeri.
Baca Juga:Prabowo Sebut Pers Penjaga Demokrasi, Harus Bebas dan Objektif
Jika ada pembelian produk luar negeri, maka perlu dilakukan transfer teknologi yang akan menguntungkan industri pertahanan dalam negeri.
"Modernisasi alutsista harus menjadi bagian penting dari pengembangan investasi dalam industri pertahanan domestik. Ini harus didukung oleh transfer teknologi yang signifikan dan peningkatan sumber daya manusia. Prioritas harus diberikan kepada produk-produk dalam negeri.
Terkait dengan hal ini, saya ingin mengingatkan bahwa anggaran yang digunakan berasal dari uang rakyat, sehingga perlu dikelola dengan cermat dan diputar kembali untuk kepentingan rakyat," ujar Jokowi.
"Meskipun modernisasi alutsista sangat penting, kita harus diingat bahwa keuangan negara terbatas dan anggaran negara terbatas,"
"Anggaran tersebut harus dipertimbangkan dengan bijak, dan kita harus memahami bahwa ada kebutuhan besar untuk kesejahteraan rakyat di luar sektor pertahanan," tambahnya.
Baca Juga:Survei LSI di Jatim: Prabowo - Gibran Jauh Tinggalkan Ganjar - Mahfud MD dan Anies - Muhaimin