SuaraJatim.id - Pengadilan Negeri Lamongan melakukan pengukuran ulang lahan di sebelah Desa Sidokelar yang merupakan milik perusahaan perkapalan, usai ditemukan ketidaksesuaian terhadap data yang masuk.
Pencocokan atau constatering lahan dilakukan terhadap lahan milik PT Lamongan Marine Industry (LMI) yang telah dilelang dan dimenangkan oleh PT Dok Pantai Lamongan (DPL).
Lokasi lahan yang dilakukan pencocokan berada di sebelah di Desa Sidokelar, kecamatan paciran, Lamongan.
Pengukuran tersebut dilakukan bersama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta kedua perusahaan, yakni PT LMI dan DPL. Pengukuran dilakukan untuk memastikan data dengan fakta riil di lapangan.
Baca Juga:Surabaya Ikut Panen Raya, Lahan Tidur Berhasil Disulap Jadi Sawah
Proses pengukuran lahan dibantu kepolisian yang mengamankan constatering secara ketat.
Pengukuran lahan ini dilakukan dikarenakan ada pemasangan patok oleh PT DPL yang dilakukan dengan pengukuran mandiri, tanpa melibatkan PT LMI, maupun tidak melibatkan pihak pengadilan.
Kuasa hukum PT LMI, Rio Dedy Heryawan mengatakan, lahan yang dilakukan pemasangan patok mandiri, yakni Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) nomor 31 dengan luas lahan 206.907 meter persegi.
Sayang, pengukuran tersebut tidak dilandasi dengan perintah pengadilan kepada badan pertanahan.
Karena itu, pihaknya menuntut dilakukan kroscek ulang dengan pengukuran yang dilakukan pengadilan bersama BPN dan kedua belah pihak.
Baca Juga:Demo Tolak UU TNI di Lamongan, Bojonegoro, dan Kediri Berakhir Ricuh
"Akibat pengukuran mandiri itu timbul perbedaan mengenai ulasan di obyek nomer 31, apalagi mereka tidak hanya memasang patok, tapi juga melakukan pemagaran, kliennya keberatan dengan hasil yang tidak seharusnya dijadikan acuan," katanya, Jumat, 10 Mei 2025.
Seharusnya, kata dia, pemagaran yang dilakukan PT DPL seharusnya dilakukan setelah proses eksekusi selesai. Namun justru dilakukan sebelum eksekusi.
"Bukan belum eksekusi sudah melakukan pemagaran itu bentuk arogansi dan tidak menghormati proses hukum yang masih berjalan," tegasnya.
Rio juga meminta pengadilan menghentikan sementara aktivitas PT DPL yang merugikan pihak-pihak tertentu, mengingat proses hukum masih berjalan.
Perlu diketahui ada lima SHGB dengan ulasan 29 hektar, yang salah satunya diperkarakan dalam kasus ini.
Owner PT LMI Wahyudin Nahafi mengatakan, seharusnya memang tidak dilakukan aktivitas di lahan tersebut. Karena masih dilakukan proses hukum.
"Saya percayakan semua pada hukum, pihaknya mengikuti semua proses hukum, dan siap melakukan pembuktian atas batas- atas lahan ini," katanya.
Panitera pengadilan negeri Lamongan Florenca Crisberk Flutubesy menyampaikan, constatering atau pencocokan data di lima SHGB dengan ulasan 29 hektar ini, terdapat satu SHGB nomer 31 dngan luas lahan 206.907 meter persegi, yang belum menemui titik sepakat kedua belah pihak mengenai batas.
"Hasil dari constatering ini akan dilaporkan ke pimpinan dan yang memutuskan nanti ketua pengadilan," imbuhnya.
Apa Itu Constatering?
Salah satu mekanisme penting dalam proses pembuktian adalah melalui constatering. Meskipun istilah ini mungkin tidak sefamiliar upaya pembuktian lain seperti saksi atau dokumen, constatering memiliki fungsi unik dan krusial dalam mengungkap kebenaran materiil.
Secara sederhana, constatering dapat diartikan sebagai penetapan atau penentuan fakta oleh hakim berdasarkan pengamatannya langsung terhadap suatu objek atau keadaan. Hakim tidak hanya menerima informasi dari pihak-pihak yang bersengketa, tetapi juga turun langsung untuk melihat, mendengar, atau bahkan merasakan sendiri apa yang menjadi pokok permasalahan.
Constatering memiliki peran penting, salah satunya untuk mendapatkan gambaran yang lebih objektif. Hal ini meminimalisir potensi distorsi informasi yang mungkin terjadi melalui keterangan saksi atau interpretasi dokumen.
Kemudian memperjelas fakta yang kabur. Constatering menjernihkan fakta - fakta yang masih samar atau kontradiktif. Lalu meningkatkan keyakinan hakim, dengan pengamatan langsung.