Meluruskan Niat Kurban Patungan: Pesan Bijak dari Gus Baha

Gus Baha mengingatkan esensi kurban. Patungan diperbolehkan (maks. 7 orang/sapi), namun niat ibadah & keikhlasan jangan hilang. Jangan hanya karena gengsi.

Budi Arista Romadhoni
Senin, 02 Juni 2025 | 10:45 WIB
Meluruskan Niat Kurban Patungan: Pesan Bijak dari Gus Baha
Ilustrasi Gus Baha saat memberikan ceramah. (Facebook/Gus Baha)

SuaraJatim.id - Kurban menjadi salah satu bentuk ibadah yang penting dalam Islam, dilaksanakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah sebagai wujud ketakwaan kepada Allah SWT.

Di Indonesia, praktik qurban patungan—di mana beberapa orang urunan dana untuk membeli satu ekor sapi.

Secara fikih, patungan kurban diperbolehkan untuk sapi dan unta, maksimal tujuh orang. Namun demikian, KH. Bahauddin Nursalim atau Gus Baha mengingatkan bahwa pelaksanaan qurban tidak semata soal teknis hukum, melainkan juga menyangkut niat dan esensi spiritual.

Dalam salah satu ceramahnya, Gus Baha memberikan refleksi kritis terhadap fenomena qurban patungan yang kini semakin umum dilakukan di berbagai lapisan masyarakat, terutama di kalangan komunitas pekerja atau lingkungan pendidikan.

Baca Juga:Gus Baha Berikan Amalan di Hari Arafah untuk yang Tidak Berangkat Haji

Menurut beliau, patungan qurban memang dibolehkan, tetapi penting untuk tetap menjaga semangat ibadah sebagai bentuk penghambaan yang ikhlas dan pribadi.

Gus Baha membuka dengan contoh konkret: “Sekarang kan urunan Rp1 juta untuk sapi. Tapi ya, kalau sapinya limousin harganya bisa sampai Rp70 juta, jadi urunan bisa sampai Rp10 juta per orang.” ujar Gus Baha dikutip dari YouTube 99 Kongkow.

Gus Baha menekankan bahwa sah saja jika seseorang tidak mampu berqurban sendiri, tetapi jangan sampai qurban berubah menjadi kegiatan yang kehilangan makna karena dilakukan hanya demi kebersamaan atau sekadar menyesuaikan dengan orang lain.

Dalam ceramah yang sama, Gus Baha menyindir praktik qurban kolektif yang terlalu diatur dan direncanakan secara sosial hingga kadang membuat individu tidak lagi fokus pada aspek ibadahnya.

Ia menyatakan, “Kalau bisa dipanggil (masuk surga) Januari, ya langsung saja. Ngapain nunggu Desember gara-gara bareng teman.” jelas Gus Baha.

Baca Juga:Amalan dari Syekh Nawawi, Gus Baha: Baca 7 Kali Setelah Salat Jumat

Maksudnya, amal ibadah semestinya dilakukan segera dan mandiri, tidak perlu menunggu kesiapan kolektif yang justru bisa menunda amal saleh.

Antara Kesederhanaan, Sosial, dan Niat yang Mendasar

Gus Baha juga menyoroti bagaimana sebagian masyarakat masih memandang qurban dari sisi gengsi dan ukuran hewan. Ia menyebut fenomena di mana orang enggan menyembelih kambing atau domba kecil karena takut dianggap kurang mampu.

“Orang Jawa itu kadang salah kaprah. Karena nggak mampu beli sapi, akhirnya nggak nyembelih kambing. Anak-anaknya sampai malu ikut panitia,” ujar beliau.

Padahal menurut Gus Baha, menyembelih hewan yang lebih kecil tetap sah secara syariat dan tidak mengurangi nilai ibadahnya selama dilakukan dengan niat yang benar.

Ia menyebut praktik sahabat Nabi, Ibn Abbas, yang setiap tanggal 10 Dzulhijjah menyembelih “pita” sejenis kambing kecil sebagai qurban. Hal ini dilakukan bukan karena tidak mampu, melainkan untuk menghindari rasa tomah atau keinginan berlebihan terhadap sesuatu yang bukan haknya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini