7 Fakta Unik Sarung: Dari Kain Jadi Identitas Santri dan Budaya Indonesia

Sarung, "seragam tak resmi" Indonesia, dibawa pedagang abad 14. Menyatu dengan budaya, jadi identitas santri, praktis, sakral, dan lambang kebersamaan.

Budi Arista Romadhoni
Kamis, 16 Oktober 2025 | 11:16 WIB
7 Fakta Unik Sarung: Dari Kain Jadi Identitas Santri dan Budaya Indonesia
Ilustrasi menjemur sarung.(Freepik/luciatieko)
Baca 10 detik
  • Sarung sudah dikenal sejak abad ke-14, dibawa pedagang Arab, kini jadi simbol kesederhanaan santri.
  • Bagi santri, sarung bukan sekadar kain, tapi identitas, adab, dan simbol kesetaraan di pesantren.
  • Dari masjid hingga rumah, sarung hadir sebagai lambang kesopanan, kebersamaan, dan budaya bangsa.

SuaraJatim.id - Kalau ada benda yang bisa disebut “seragam tidak resmi orang Indonesia,” jawabannya pasti sarung. Dari masjid, warung kopi, hingga pondok pesantren, sarung selalu punya tempat istimewa.

Ia bisa jadi pakaian ibadah, selimut tidur, bahkan simbol kesopanan dan kesederhanaan.

Buat santri, sarung bukan cuma kain. Ia adalah identitas dan kebanggaan.

Tapi pernah kepikiran nggak, dari mana asal sarung dan bagaimana bisa melekat kuat dalam budaya terutama di kalangan santri? Yuk, kita bahas tujuh faktanya.

Baca Juga:Dua Santri Masih Hidup di Bawah Reruntuhan Pesantren Al-Khoziny: Tim SAR Berpacu dengan Waktu

1. Sudah Ada Sejak Abad ke-14

Sarung bukan kain baru dalam sejarah Nusantara. Catatan menunjukkan bahwa kain panjang ini sudah dikenal sejak abad ke-14, dibawa oleh pedagang Arab dan Gujarat melalui jalur perdagangan laut.

Pada awalnya, sarung berfungsi sebagai penanda status sosial. Kain yang halus dan motif yang rumit menunjukkan kedudukan tinggi seseorang. Namun seiring waktu, fungsi itu berubah. Di wilayah pesisir tempat para ulama dan santri banyak bermukim, sarung justru menjadi simbol kesederhanaan dan kesalehan.

2. Menyatu dengan Budaya Lokal

Saat pertama kali masuk ke Nusantara, sarung langsung diterima masyarakat karena bentuknya mirip dengan kain panjang yang sudah lama digunakan.

Baca Juga:Detik-Detik Musala Ponpes di Sidoarjo Runtuh: Kesaksian Santri Selamatkan Diri

Masyarakat Indonesia sudah akrab dengan kain tradisional seperti jarik dan kemben, sehingga sarung terasa alami untuk dikenakan. Setiap daerah kemudian memberi sentuhan khas.

Di Jawa muncul sarung batik dan kotak-kotak. Di Bugis sarung berwarna cerah. Di Bali sarung dipakai untuk upacara adat, sedangkan di Maluku dan Nusa Tenggara sarung menjadi bagian dari identitas budaya.

Di pesantren, sarung menjadi pakaian utama para santri. Ia bukan hanya penutup tubuh, tetapi juga simbol adab dan penghormatan terhadap ilmu.

3. Pakaian Santri yang Menjadi Identitas

Ilustrasi santri (Muh Makhlad/Unsplash)
Ilustrasi santri (Muh Makhlad/Unsplash)

Santri dan sarung adalah dua hal yang sulit dipisahkan. Pemandangan santri bersarung, bersandal jepit, dan membawa kitab kuning menjadi ciri khas pesantren di seluruh Indonesia. Sarung bukan sekadar pakaian ibadah, melainkan simbol kesetaraan. Semua santri mengenakannya tanpa memandang asal atau latar belakang keluarga. Sarung mengajarkan nilai kesederhanaan, kedisiplinan, dan rasa hormat kepada guru.

Dalam kehidupan pesantren, pakaian ini menjadi bentuk kesadaran bahwa kemuliaan seseorang bukan diukur dari kemewahan pakaian, melainkan dari akhlak dan ilmu yang dimiliki.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini