Filosofi Jalan Jongkok Santri: Bukan Merendah, Tapi Simbol Adab dan Kehormatan Luhur

Mengungkap makna mendalam di balik tradisi jalan jongkok para santri. Bukan sekadar gestur, ini adalah wujud nyata dari nilai 'jatmika', adab, dan penghormatan dalam budaya

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 15 Oktober 2025 | 10:47 WIB
Filosofi Jalan Jongkok Santri: Bukan Merendah, Tapi Simbol Adab dan Kehormatan Luhur
Ilustrasi santri (Mufid Majnun/Unsplash)
Baca 10 detik
  • Jalan jongkok santri adalah wujud adab dan penghormatan, bukan simbol ketundukan atau merendahkan diri.
  • Tradisi ini berakar pada nilai budaya Jawa 'jatmika', yaitu sikap santun dan tahu menempatkan diri.
  • Meski terlihat kuno, nilai di balik jalan jongkok seperti hormat dan rendah hati tetap relevan.

SuaraJatim.id - Di tengah hiruk pikuk modernitas, sebuah tradisi unik dari lingkungan pesantren masih memancarkan pesona kearifan lokal yang mendalam: jalan jongkok.

Gestur yang sering dilakukan para santri saat melintas di hadapan kiai atau orang yang lebih tua ini kerap disalahpahami sebagai bentuk ketundukan buta.

Padahal, di baliknya tersimpan filosofi luhur tentang adab, kehormatan, dan cara menempatkan diri dalam tatanan sosial.

Jalan jongkok bukanlah sekadar kebiasaan fisik, melainkan manifestasi dari sebuah sikap batin yang telah terinternalisasi. Ini adalah cara para santri menunjukkan penghormatan tertinggi kepada guru dan sesepuh, sebuah praktik yang lahir dari kesadaran, bukan paksaan.

Baca Juga:Menteri PU: Semua Bangunan Pondok Pesantren Akan Dievaluasi

Menurut M. Ishom el Saha, Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten, tradisi ini sarat akan makna.

"Dalam kehidupan pesantren maupun masyarakat tradisional Jawa, jalan jongkok merupakan gestur yang sarat makna. Biasanya dilakukan santri ketika melewati kiai atau orang yang lebih tua, sikap ini bukan sekadar kebiasaan turun-temurun, melainkan wujud konkret dari penghormatan dan tata krama yang telah mengakar dalam budaya," jelasnya dikutip dari situs resmi kemenag pada Rabu (15/10/2025).

Ilustrasi jalan jongkok para santri. [ChatGPT]
Ilustrasi jalan jongkok para santri. [ChatGPT]

Lebih jauh, filosofi ini berakar pada konsep jatmika dalam budaya Jawa. M. Ishom el Saha menambahkan, "Sikap jalan jongkok tidak lahir dari paksaan, melainkan dari kesadaran untuk menempatkan diri secara tepat dalam ruang sosial. Dalam tradisi Jawa, ada nilai yang disebut jatmika, yakni bersikap santun, tahu tata, dan mampu menjaga diri agar tidak melampaui batas sopan santun. Jalan jongkok adalah bagian dari ekspresi nilai tersebut—rendah hati tanpa merasa direndahkan."

Dalam konteks pesantren, jalan jongkok menjadi bagian tak terpisahkan dari laku hidup seorang santri. Pendidikan di pesantren tidak hanya berkutat pada penguasaan kitab-kitab kuning, tetapi juga pembentukan karakter dan adab.

"Jalan jongkok saat melewati guru bukan berarti kehilangan harga diri, tetapi menunjukkan bahwa ilmu bukan hanya soal hafalan, melainkan juga soal pembentukan sikap batin," ungkapnya.

Baca Juga:Tragedi Ponpes Al Khoziny: DPRD Jatim Ingatkan Pemprov Bisa Gunakan Dana Cadangan

Sikap ini mengajarkan bahwa kehormatan tidak bisa dituntut, melainkan harus ditunjukkan terlebih dahulu melalui perbuatan.

Istri Gus Miftah dibandingkan dengan Ustaz Syafiq Riza Basalamah. (kolase X dan YouTube)
Istri Gus Miftah dibandingkan dengan Ustaz Syafiq Riza Basalamah. (kolase X dan YouTube)

Gestur menunduk atau berjalan jongkok adalah cara sederhana untuk mengatakan, "Aku menghormatimu, bukan karena aku lebih rendah, tetapi karena aku memahami tempatku."

Di era yang mengagungkan kesetaraan formal, tradisi seperti jalan jongkok mungkin terlihat usang atau bahkan dianggap tidak relevan.

Namun, nilai esensial di baliknya justru semakin dibutuhkan. Di saat etika sosial terasa semakin longgar, kesantunan dan kemampuan menempatkan diri yang diajarkan melalui tradisi ini bisa menjadi fondasi kuat untuk membangun karakter generasi muda yang beradab dan peka sosial.

Jalan jongkok adalah pengingat bahwa dalam budaya kita, ketinggian seseorang tidak diukur dari posisi tubuh, melainkan dari luhurnya budi pekerti.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini