Jejak Jihad: Sejarah Hari Santri dan Peran Kunci di Balik Pertempuran 10 November

Mengupas tuntas sejarah Hari Santri 22 Oktober. Ternyata, ada peran sentral Resolusi Jihad NU dan KH Hasyim Asy'ari di balik pecahnya pertempuran 10 November 1945 di Surabaya

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 22 Oktober 2025 | 08:51 WIB
Jejak Jihad: Sejarah Hari Santri dan Peran Kunci di Balik Pertempuran 10 November
Ilustrasi Hari Santri Nasional. (Google AI Studio)
Baca 10 detik
  • Hari Santri 22 Oktober ditetapkan Jokowi untuk mengenang Resolusi Jihad NU 1945.
  • Resolusi Jihad KH Hasyim Asy'ari jadi pemicu utama perlawanan di Pertempuran 10 November.
  • Laskar Hizbullah, yang dibentuk para kiai, jadi bukti strategi santri melawan penjajah.

SuaraJatim.id - Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober bukanlah sekadar perayaan seremonial.

Di baliknya, tersimpan sejarah perjuangan berdarah para santri dan ulama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Diketahui, penetapan Hari Santri oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 pada 15 Oktober 2015 merupakan supremasi perjuangan para santri dan ulama pesantren dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Penetapan ini menjadi pengakuan negara atas peristiwa bersejarah: Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy'ari, pada 22 Oktober 1945.

Baca Juga:Gubernur Jatim, Menteri PU, Kepala Basarnas Dampingi Korban Musibah Ponpes Al Khoziny Diidentifikasi

Peristiwa ini menjadi titik krusial yang menunjukkan bahwa Proklamasi 17 Agustus 1945 bukanlah akhir dari perjuangan.

Ancaman Pasca-Kemerdekaan dan Lahirnya Laskar Hizbullah

Dikutip dari NU Online, setelah Jepang takluk pada Sekutu, Indonesia menghadapi ancaman baru. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) datang membonceng tentara Sekutu dengan niat kembali menjajah.

Situasi genting ini sudah diantisipasi oleh para ulama pesantren.

Jauh sebelum itu, para kiai telah menyiapkan barisan perlawanan. Dengan visi strategis, KH Hasyim Asy'ari menyetujui tawaran Jepang untuk melatih militer para pemuda santri. Syaratnya, barisan ini harus berdiri sendiri, bukan di bawah komando Jepang.

Baca Juga:Daftar 21 Tersangka Kasus Korupsi Dana Hibah Jawa Timur

Itulah awal terbentuknya laskar yang diberi nama oleh Kiai Hasyim sebagai Laskar Hizbullah. Laskar Hizbullah ini dibentuk pada November 1943 beberapa minggu setelah pembentukan tentara PETA (Pembela Tanah Air).

Meski dilatih oleh perwira Nippon, Kapten Yanagawa, Kiai Hasyim memiliki agenda tersembunyi: mempersiapkan kekuatan militer untuk melawan penjajah di masa depan.

Visi ini terbukti benar ketika Jepang menyerah dan Belanda berusaha kembali merebut Indonesia. Para santri di Laskar Hizbullah kini memiliki bekal militer untuk bertempur.

Resolusi Jihad: Panggilan Perang Suci dari Para Kiai

Puncak dari kegelisahan atas kedatangan kembali tentara asing terjadi pada Oktober 1945. Pada tanggal 21 dan 22 Oktober 1945, wakil-wakil cabang NU dari seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya.

Dalam pertemuan genting itu, lahirlah sebuah fatwa monumental yang dikenal sebagai Resolusi Jihad. Martin van Bruinessen dalam NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru (1994) mencatat, pertemuan itu menyatakan perjuangan kemerdekaan sebagai jihad (perang suci).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini