5 Fakta Menarik di Balik Resolusi Jihad KH Hasyim Asyari, Inspirasi Hari Santri 2025

Hari Santri Refleksi Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy'ari, seruan membela negara sebagai kewajiban agama. Semangat ini relevan untuk jihad ekonomi halal dan membangun negeri

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 22 Oktober 2025 | 10:42 WIB
5 Fakta Menarik di Balik Resolusi Jihad KH Hasyim Asyari, Inspirasi Hari Santri 2025
Ilustrasi semangat jihad K.H. Hasyim Asy’ari: berjuang dengan ilmu dan akhlak. [ChatGPT]
Baca 10 detik
  • Hari Santri 2025 menghidupkan semangat jihad K.H. Hasyim Asy’ari: berjuang dengan ilmu dan akhlak.
  • Resolusi Jihad 1945 jadi tonggak perlawanan spiritual, melahirkan semangat heroik Surabaya 10 November.
  • Kini jihad santri bergeser ke ranah ekonomi halal, inovasi, dan perjuangan moral demi kemajuan bangsa.

SuaraJatim.id - Tahun 2025 menjadi momentum refleksi penting bagi umat Islam Indonesia. Di tengah dinamika zaman digital dan tantangan ekonomi modern, Hari Santri 2025 mengajak generasi muda untuk meneladani semangat jihad K.H. Hasyim Asy’ari, bukan dengan senjata, tetapi dengan ilmu, akhlak, dan kontribusi nyata untuk negeri.

Delapan dekade lalu, tepat pada 22 Oktober 1945, seorang ulama besar dari Jombang menyalakan api perjuangan yang menggetarkan Nusantara. Keputusan monumental itu dikenal dengan nama Resolusi Jihad, dan menjadi dasar spiritual lahirnya semangat juang para santri hingga kini.

Berikut lima fakta menarik yang membuktikan bahwa Resolusi Jihad bukan sekadar catatan sejarah, melainkan warisan perjuangan yang tetap relevan di peringatan Hari Santri 2025.

1. Resolusi Jihad: Seruan Iman untuk Mempertahankan Negeri

Baca Juga:Gubernur Jatim, Menteri PU, Kepala Basarnas Dampingi Korban Musibah Ponpes Al Khoziny Diidentifikasi

Pada 22 Oktober 1945, K.H. Hasyim Asy’ari mengumpulkan para konsul Nahdlatul Ulama (NU) dari seluruh Jawa dan Madura. Dalam pertemuan itu, beliau menegaskan satu hal penting: membela tanah air dari penjajah adalah kewajiban agama.

Fatwa yang lahir kemudian dikenal sebagai Resolusi Jihad Fi Sabilillah, yang menetapkan bahwa berperang melawan penjajahan adalah fardhu ‘ain, yaitu kewajiban bagi setiap Muslim di daerah yang terancam. Sedangkan bagi mereka yang berada di luar wilayah perang, kewajiban itu menjadi fardhu kifayah.

Fatwa ini bukan hanya panggilan politik, tetapi panggilan iman. Ia menegaskan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman (hubbul wathan minal iman), prinsip yang menjadi fondasi Hari Santri hingga kini.

2. Resolusi yang Menyalakan Semangat Surabaya

Begitu kabar Resolusi Jihad disebarkan ke seluruh pesantren dan masjid di Surabaya, rakyat yang semula resah berubah menjadi berani. Seruan jihad itu menyatu dengan suara takbir dan langkah para pemuda kampung yang menggenggam bambu runcing.

Baca Juga:Daftar 21 Tersangka Kasus Korupsi Dana Hibah Jawa Timur

Dalam waktu singkat, semangat jihad fi sabilillah menjelma menjadi gelombang revolusi rakyat Surabaya. Para santri dan kiai turun langsung ke medan tempur, meyakini bahwa mempertahankan kemerdekaan bukan sekadar kewajiban negara, melainkan ibadah kepada Allah ﷻ.

Api perjuangan itu kemudian membesar dan memuncak dalam pertempuran heroik 10 November 1945, hari yang kini dikenal sebagai Hari Pahlawan.

3. Sempat Diremehkan, Tapi Jadi Pondasi Sejarah

Pada awalnya, beberapa tokoh nasional menganggap Resolusi Jihad sebagai langkah yang terlalu berani. Sebagian berpendapat bahwa perang sudah berakhir setelah Jepang menyerah.

Namun kenyataan berkata lain. Hanya tiga hari setelah fatwa itu dikeluarkan, pasukan Sekutu mendarat di Surabaya bersama NICA (Belanda) dan menuntut rakyat menyerah.

Resolusi Jihad terbukti menjadi benteng spiritual dan psikologis yang mempersatukan rakyat menghadapi serangan itu. Tanpa keputusan tersebut, rakyat mungkin tidak siap menghadapi agresi dalam skala besar.

Kini, semangat itu kembali dihidupkan melalui Hari Santri 2025, sebagai pengingat bahwa keberanian spiritual dan nasionalisme sejati lahir dari iman dan keyakinan, bukan sekadar pidato dan simbol.

4. Bung Tomo dan Takbir yang Menggetarkan Langit Surabaya

Resolusi Jihad bukan hanya fatwa ulama, tetapi juga sumber inspirasi bagi pemuda seperti Bung Tomo. Hanya sehari setelah fatwa dibacakan, Bung Tomo menggemakan seruan jihad itu lewat pidato yang menggugah jiwa rakyat.

“Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah, yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah dan putih,
maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapa pun juga.”

Pidato itu bukan hanya menyulut semangat, tapi menjadi bukti nyata bahwa Resolusi Jihad berhasil menyatukan ulama, santri, dan pemuda bangsa. Pada Hari Santri 2025, semangat itu kembali digaungkan. Takbir yang dulu mengguncang Surabaya kini bergema dalam bentuk jihad modern, yaitu jihad melawan kebodohan, kemiskinan, dan ekonomi ribawi.

5. Dari Resolusi Jihad ke Hari Santri Nasional

Tanpa Resolusi Jihad, pertempuran 10 November 1945 mungkin tidak akan menjadi legenda nasional. Karena itu, pemerintah Indonesia pada tahun 2015 menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, untuk menghormati peran besar santri dan ulama dalam perjuangan kemerdekaan.

Tahun 2025 ini, Hari Santri mengusung semangat Santri untuk Negeri, Santri untuk Ekonomi Halal, sejalan dengan arah pembangunan ekonomi syariah yang terus berkembang di Indonesia.

Santri masa kini tidak lagi mengangkat senjata, tetapi mengangkat pena, laptop, dan ide. Mereka menulis, berdagang, berinovasi, dan berinvestasi secara halal untuk membangun kemandirian ekonomi umat.

Delapan puluh tahun setelah Resolusi Jihad, bangsa ini menghadapi tantangan baru, bukan lagi penjajahan bersenjata, melainkan penjajahan moral, ekonomi, dan teknologi.

Semangat jihad yang dulu memanggil para santri untuk melawan penjajah kini memanggil generasi muda untuk melawan kemalasan, riba, dan ketidakadilan sosial.

Spirit ini pula yang diusung oleh lembaga-lembaga keuangan syariah dan platform pendanaan halal seperti LBS Urun Dana, yang membantu pelaku usaha dan investor Muslim berjuang di jalan ekonomi yang berkah.

Dari resolusi jihad menuju revolusi ekonomi halal, santri masa kini berjuang bukan dengan pedang, tetapi dengan kesadaran dan kontribusi nyata.

Resolusi Jihad adalah bukti bahwa cinta tanah air dan iman tidak bisa dipisahkan. Hari Santri 2025 menjadi momen untuk menyalakan kembali api itu, bukan untuk perang, tetapi untuk membangun bangsa dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Seperti pesan K.H. Hasyim Asy’ari,

“Barang siapa mencintai tanah airnya, sesungguhnya ia mencintai sebagian dari imannya.”

Hari Santri bukan sekadar upacara tahunan. Ia adalah panggilan untuk terus berjihad sesuai zamannya, memperkuat iman, memperjuangkan ekonomi halal, dan menjaga keberkahan negeri.

Kontributor : Dinar Oktarini

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini