Hari Santri 2025, Pesan Tegas Gus Yahya: Jihad Santri Bukan Angkat Senjata, Tapi Perangi Hoaks!

Gus Yahya (PBNU) serukan santri berjihad intelektual & digital, bukan fisik. Santri harus kuasai teknologi, jadi benteng Pancasila & jaga NKRI. #HariSantri

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 22 Oktober 2025 | 09:07 WIB
Hari Santri 2025, Pesan Tegas Gus Yahya: Jihad Santri Bukan Angkat Senjata, Tapi Perangi Hoaks!
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya. [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]
Baca 10 detik
  • Gus Yahya: Jihad santri masa kini adalah jihad intelektual dan digital melawan hoaks.
  • Santri dituntut kuasai teknologi dan inovasi untuk hadapi tantangan zaman global.
  • PBNU tegaskan santri harus jadi garda terdepan menjaga Pancasila dan keutuhan NKRI.

SuaraJatim.id - Peringatan Hari Santri 2025 disambut dengan seruan kuat dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf.

Dalam amanat resminya yang dikutip dari NU Online, pria yang akrab disapa Gus Yahya ini menekankan pergeseran makna jihad bagi kaum santri di era modern, sejalan dengan tema yang diusung tahun ini, "Jihad Santri Jayakan Negeri".

Menurut Gus Yahya, jihad tidak lagi identik dengan pertempuran fisik mengangkat senjata seperti yang dilakukan para pahlawan santri di masa lalu. Kini, medan perjuangan telah berpindah ke ranah intelektual dan digital, di mana tantangannya jauh lebih kompleks.

"Jihad kita hari ini bukanlah mengangkat senjata, melainkan jihad intelektual untuk memerangi kebodohan, kemiskinan, dan ketertinggalan. Serta jihad digital untuk melawan tsunami hoaks dan fitnah yang setiap saat dapat merusak persatuan bangsa," tegas Gus Yahya dalam amanatnya yang dirilis melalui laman NU Online dikutip pada Rabu (22/10/2025).

Baca Juga:Gubernur Jatim: PRJ Surabaya 2025 Jadi Penguat Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Serap Tenaga Kerja

Ia mengingatkan bahwa sejarah telah mencatat bagaimana santri, melalui Resolusi Jihad, menjadi motor penggerak perlawanan yang memuncak pada peristiwa 10 November 1945.

Semangat yang sama harus terus menyala, namun dengan cara dan sarana yang relevan dengan tantangan zaman.

Dari Bilik Pesantren ke Panggung Global

Gus Yahya mendorong para santri untuk tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga harus menjadi yang terdepan dalam penguasaan sains dan teknologi.

Menurutnya, santri tidak boleh gagap teknologi (gaptek) dan hanya menjadi konsumen pasif di tengah arus digitalisasi.

Baca Juga:DVI Ungkap Identitas 8 Korban Baru Ponpes Al Khoziny, Ini Daftarnya!

"Santri tidak boleh terasing dari kemajuan. Pesantren harus menjadi kawah candradimuka yang melahirkan para ahli di berbagai bidang. Dari bilik-bilik pesantren harus lahir inovator, teknokrat, ekonom, dan pemimpin yang berakhlakul karimah," serunya.

Pesan ini ditujukan agar santri mampu menjadi solusi atas berbagai persoalan bangsa. Dengan bekal ilmu agama yang kuat sebagai fondasi moral dan penguasaan teknologi sebagai alat perjuangan, santri diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata untuk memajukan Indonesia di kancah global.

Benteng Pancasila dan Penjaga NKRI

Di tengah maraknya isu polarisasi dan ancaman ideologi transnasional, Gus Yahya kembali menegaskan posisi santri sebagai garda terdepan penjaga Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ia menyebut bahwa DNA santri adalah hubbul wathon minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman). Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi setiap santri untuk merawat tenun kebangsaan dan melawan segala bentuk ekstremisme, radikalisme, dan upaya-upaya yang ingin memecah belah bangsa.

"Santri adalah pewaris sah semangat para ulama pendiri bangsa. Di pundak kalianlah masa depan Islam yang ramah, moderat, dan toleran di Indonesia ini dipertaruhkan. Jadilah benteng yang kokoh bagi Pancasila dan NKRI dari gempuran ideologi apa pun yang bertentangan dengan jati diri bangsa kita," pesan Gus Yahya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini