Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha
Sabtu, 30 November 2019 | 16:08 WIB
KELAS TUNAS. Anak-anak pengungsi Syiah Sampang sedang belajar di Kelas Tunas, Sabtu 14 Februari 2019. [Bayu Diktiarsa/Jatimnet]

SuaraJatim.id - Genap enam tahun berada di pengungsian sejak terusir dari kampung halamannya di Sampang, Jawa Timur, ratusan Muslim Syiah hidup dalam kesusahan. Dalam hati, mereka tetap memendam keinginan untuk pulang.

HAMDI (12) selalu bersemangat menjawab pertanyaan Bayu Pratama, jurnalis Jatimnet.com—jaringan Suara.com, siang itu, beberapa waktu lalu.

Tahun ini, sudah enam tahun Hamdi dan pengungsi Syiah Sampang menempati Rumah Susun Puspa Agro, Jemundo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

“30 Kak, teman-teman belajar bahasa Indonesia,” jawab bocah berkaos kostum sepak bola Barcelona itu.

Baca Juga: Ahlulbait Indonesia Tegaskan Muslim Syiah di Indonesia Bukan Kaum Minoritas

Siang itu, Hamdi dan puluhan temannya sedang mengikuti kelas belajar Tunas, kelas akhir pekan gagasan komunitas Nera Academia.

RUSUN. Kondisi Rumah Susun dengan lima lantai, 80 kamar yang dihuni 348 jiwa pengungsi Syiah Sampang sejak 2013. [Bayu Diktiarsa/Jatimnet]

Para pelajar itu keluar dari kampung halaman mereka, Nangkernang dan Kedinglaok, Sampang, Madura,  pada 2012 silam. Saat itu Hamdi yang masih berusia enam tahun keluar bersama 348 jiwa lainnya.

Anak-anak dalam kelas siang itu tak memiliki usia yang sama, ada yang duduk di bangku SD, hingga SMP. Namun, anak-anak Sampang itu punya keinginan serupa, kembali pulang ke kampung halaman.

Joanna Liani (26), pegiat kelas Tunas menyaksikan besarnya keinginan anak-anak di kelasnya untuk kembali pulang.

Bahkan, ketika mereka diajak berwisata ke Taman Safari tahun lalu, kegembiraan bertemu dengan beragam satwa tak bisa menghapus ingatan akan kampung halaman.

Baca Juga: Ngaku Bertemu Allah SWT, Yahya Bikin Pengajian di Makam Syiah Kuala

“Ketika di perjalanan, mereka lihat sawah, saya terharu. Mereka berseru, ‘sawah sawah, kayak di kampung’,” kenangnya. 

Load More