Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha
Senin, 17 Februari 2020 | 15:30 WIB
Bupati Jember Faida. (Pemkab Jember)

SuaraJatim.id - Bantuan Bupati Faida untuk korban banjir yang diberikannya secara langsung kepada santri Asrama Ma’had Baitul Ilmi di Kelurahan Mangli, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat (7/2) pekan lalu, memicu kehebohan, terutama di media-media sosial.

Jumat itu, Bupati Faida datang ke dua rukun tetangga di Mangli yang terkena anjir. Dia menyerahkan 40 paket sembako, 40 kasur lipat, selimut, dan nasi bungkus.

Perempuan berjilbab itu juga sempat mampir ke Baitul Ilmi yang diasuh Mastur, seorang dosen Institut Islam Negeri Jember. Ia didampingi sejumlah pejabat kecamatan dan kelurahan.

“Pagi itu saya waktu mengecek asrama, ada ramai-ramai. Ternyata ada bupati datang. Setelah Bu Faida ke tempat kami, terjadi dialog. Dalam dialog itu, beliau memberikan bantuan berupa kasur, selimut, dan sembako,” kata Mastur, warga setempat, seperti dikutip Suara.com dari Beritajatim.com, Senin (17/2/2020).

Baca Juga: Habis Diliput Media, Bupati Jember Tarik Bantuan dari Korban Banjir

Mastur mengatakan, ada 18 orang santri yang tinggal di asrama yang asuhannya. Kemudian Bupati Faida mengatakan kepada anak buahnya, “Ya sudah, kasih satu-satu.”

Bantuan itu kemudian diserahkan secara simbolis berupa lima selimut, lima kasur, dan dua kardus sembako.

Mastur sebenarnya sudah senang, karena para santrinya mendapat bantuan.

“Tidurnya bisa tenang. Air saat banjir malam (Kamis malam) sudah surut sih. Tapi kamar asrama ada yang jebol terkena banjir. Teras bawah jebol. Ada tiga kamar jebol yang harus diperbaiki. Kalau ada kasur itu saya bisa tenang. Anak-anak bisa tenang,” katanya.

Pasalnya, karpet dan kasur yang biasa buat tidur basah kuyup. Namun kegembiraan Mastur tak bertahan lama.

Baca Juga: Bupati Jember Bantah Terima Jatah 'Upeti' Fee Proyek

Kemudian setelah bubar, ada salah satu petugas datang kepada Mastur dan berkata, “Mohon maaf, Pak. Ini sementara saya tarik kembali.”

Mastur pun terkejut, “Lho, kenapa, Mas?”

“Begini, katanya akan diserahkan secara serentak nanti oleh kelurahan, sesuai dengan data yang diajukan,” kata petugas itu, ditirukan Mastur. Semua bantuan tadi ditarik kembali.

Mastur tak bisa menolak. “Ya sudah. Tapi pikiran saya, nanti kalau sudah ditarik, masak bisa kembali,” katanya. Bantuan itu tak juga dikirim selama tiga hari.

“Akhirnya ada santri yang mengambil bantuan di (pengurus) RW. Ada Pak Camat juga. Diserahkan dua kasur, dua selimut. Kata anak itu, Pak Camat mengatakan: ‘karena yang terdampak banjir bukan hanya di asrama, maka ini diratakan’. Jadi ada pemerataan. Maka kami hanya dapat jatah dua kasur dua selimut. Ya bagaimana lagi. Katanya aturannya begitu,” kata Mastur.

Bantuan itu tidak cukup. “Akhirnya saya peruntukkan pengurus. Ada tiga orang pengurus,” kata Mastur.

Mastur tidak mengerti mengapa hal ini bisa terjadi. “Apakah ada miskomunikasi antara pimpinan dan bawahan, saya juga tidak paham. Atau karena pencitraan mengatakan menjelang pilkada, saya juga tidak paham,” katanya.

Camat Kaliwates Asrah Joyo Widono melakukan klarifikasi melalui situs resmi Pemerintah Kabupaten Jember, Jumat kemarin.

Ia mengakui ada kesalahan komunikasi dalam pemberian bantuan itu. Menurutnya, para santri mahasiswa yang berasal dari luar Jember belum terdata dengan lampiran kartu keluarga.

“Karena bantuan yang diberikan oleh BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) saat itu menggunakan KK,” katanya. Bantuan didistribusikan kepada korban yang terdata sesuai dengan kartu keluarga yang sudah terkumpul di BPBD Jember.

Namun masalah itu sudah selesai. “Saat ini kekurangan bantuan ke ponpes tersebut sudah terpenuhi sejumlah 18 santri,” kata Asrah.

Ketua Barisan Reaksi Cepat Garda Pemuda Nasdem David Handoko Seto menyesalkan kehebohan tersebut.

Menurutnya, itu seharusnya tak terjadi, karena setiap kali terjadi bencana, BPBD selalu melakukan penaksiran atau penilaian terhadap kerusakan dan jumlah korban terdampak.

“Biasanya ketika pejabat turun ke lokasi bencana, mereka sudah pegang data. Mereka yang mendapat bantuan sudah terdata, tidak melihat apakah itu orang Jember atau bukan. Siapapun yang terdampak bencana wajib diberi bantuan, tidak perlu memakai alasan kartu keluarga,” katanya.

Anggota Komisi D DPRD Jember Dannis Barlie Halim menyoroti masalah komunikasi antara pejabat pemangku kepentingan.

“Seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi jika komunikasi antar stakeholder terjalin dengan baik,” katanya.

Dannis mengatakan, camat bertanggung jawab untuk mengetahui rinci kebutuhan di daerah masing-masing.

“Saya berharap kedepan hal ini tidak perlu terjadi lagi, hanya karena kurangnya koordinasi antar instansi terkait,” katanya.

Load More