Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Senin, 12 Oktober 2020 | 09:33 WIB
Pengunjuk rasa menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja di Kota Malang, Kamis (8/10/2020). (Foto: Aziz Ramdani)

Kemudian, Protap juga jelas-jelas melarang anggota satuan dalmas melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur. 

"Bahkan hal rinci, seperti mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual, atau memaki-maki pengunjuk rasa pun dilarang," ujarnya.

Disamping larangan, lanjut dia, Protap juga memuat kewajiban yang ditempatkan paling atas adalah kewajiban menghormati HAM setiap pengunjuk rasa.

Tidak hanya itu, satuan dalmas juga diwajibkan untuk melayani dan mengamankan pengunjuk rasa sesuai ketentuan, melindungi jiwa dan harta, tetap menjaga dan mempertahankan situasi hingga unjuk rasa selesai, dan patuh pada atasan.

Baca Juga: Soal Aksi Pembakaran Saat Demo, BEM SI: Pelaku Bukan Mahasiswa

"Jadi, pada prinsipnya, aparat yang bertugas mengamankan jalannya demonstrasi tidak memiliki kewenangan untuk memukul demonstran. Kebebasan menyatakan pendapat dilindungi oleh konstitusi," katanya.

Berdasarkan berbagai hal yang telah dijelaskan, maka Aliansi Malang Melawan menyatakan sikap; pertama, mengecam tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap massa aksi Tolak Omnibus Law.

Kedua, Menuntut Polresta Malang untuk bertanggung jawab penuh dalam proses pemulihan korban kekerasan aparat terhadap massa aksi secara medis maupun psikis.

"Ketiga, menuntut dibebaskannya seluruh massa aksi yang ditahan di Polresta Malang Kota, dan massa aksi seluruh Indonesia tanpa syarat," pungkasnya.


Pengunjuk rasa menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja di Kota Malang, Kamis (8/10/2020). (Aziz)

Baca Juga: Ini 5 Daftar Gubernur Penolak UU Cipta Kerja

Kontributor : Aziz Ramadani

Load More