Korban menolak karena merasa tak bersalah. Sepekan kemudian, korban menerima surat pemecatan dari pondok pesantren.
Korban melaporkan pelaku selama 3 kali dalam rentan tahun 2017-2019, namun baru pada laporan ketiga di tahun 2019 penyidikan dilakukan.
Korban 1 dan orang tuanya tinggal berpisah, karena kediaman orang tua korban kerap didatangi orang-orang suruhan pelaku untuk menarik gugatan korban dan menerima cara penyelesaian dari pelaku.
Akhir 2019, di media sosial ramai kasus ini dibicarakan karena ada salah satu akun yang mengaku menjadi korban pencabulan oleh pengurus sekaligus putra pemilik pesantren di Kecamatan Ploso, Jombang. Tiga hari kemudian, akun tersebut hilang.
9 Mei 2021 lalu, seorang saksi berinisial TAM tiba-tiba didatangi oleh 6 orang pria dari pondok pesantren. Sehari sebelumnya, TAM membuat status di akun facebooknya yang dianggap mencemarkan nama baik petinggi pesantren. Handphone TAM dirampas paksa dan kepala TAM dibenturkan ke tembok.
Saat TAM mencoba untuk melapor ke Polres Jombang akan kejadian tersebut, TAM diarahkan untuk melapor ke Kepolisian sektor Ploso karena tidak adanya bukti.
Padahal di sisi lainnya, 6 orang pria dari pondok pesantren tersebut melakukan laporan balik atas pencemaran nama baik oleh TAM pada 10 Mei 2021 dan langsung diterima oleh petugas. Orang tersebut juga menyangkal terdapat tindak kekerasan oleh pihaknya terhadap TAM. Setelah itupun, saksi kembali didatangi orang-orang yang menyuruh saksi mencabut laporan.
Perkembangan Kasus
2017: Women’s Crisis Center (WCC) menerima laporan pelecehan seksual dari perempuan di bawah umur oleh putra pemilik pesantrennya di tahun 2017.
Baca Juga: Bertambah, Muncul Wanita Lain Ngaku Dilecehkan Gofar Hilman
2018: Saksi melaporkan MSA kepada Polres Jombang dengan tuduhan mencabuli, menyetubuhi, dan tindak kekerasan seksual terhadap 3 orang temannya. Modus tersangka adalah wawancara seleksi tenaga kesehatan untuk kliniknya dengan ritual “mandi kemben”.
21 Oktober 2019: Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dikeluarkan oleh Polres Jombang karena bukti yang tidak memadai.
29 Oktober 2019: Salah satu korban kembali melaporkan MSA ke Polres Jombang.
12 November 2019: Polres Jombang menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang menetapkan MSA sebagai tersangka.
8 Januari 2020: Ratusan aktivis Aliansi Kota Santri Lawan Kekerasan Seksual (AKSLKS) berunjuk rasa di depan gedung Polres Jombang dan menuntut agar tersangka segera ditahan serta proses penyidikan segera dituntaskan. Kasus inipun mulai mendapat perhatian publik dan semakin ramai dibicarakan.
14 Januari 2020: Tersangka MSA tak memenuhi panggilan penyidikan Polres Jombang. Kelompok yang mengaku pendukung pelaku menyatakan bahwa upaya hukum yang ditempuh oleh korban merupakan upaya kriminalisasi terhadap pesantren dan berkaitan dengan masalah internal pesantren.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Maarten Paes: Pertama (Kalahkan) Arab Saudi Lalu Irak, Lalu Kita Berpesta!
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
Terkini
-
Menteri PU: Semua Bangunan Pondok Pesantren Akan Dievaluasi
-
Tragedi Ponpes Al Khoziny: DPRD Jatim Ingatkan Pemprov Bisa Gunakan Dana Cadangan
-
Hotel Dekat Island Hospital Penang yang Nyaman untuk Keluarga
-
Nelayan Jatim Terjepit Harga Solar: Pemprov Harus Segera Bertindak
-
Angin Kencang Terjang Lumajang, 4 Rumah Rusak Berat