Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Senin, 16 Agustus 2021 | 08:19 WIB
Salah satu militan Taliban di Afghanistan [foto: Antara]

SuaraJatim.id - Cengkeraman militan Talibat di Afghanistan kian kuat. Terbaru, gerilyawan pemberontak itu mulai mengepung dan memasuki Ibu Kota Negara, Kabul.

Kondisi ini membuat pemerintahan kota yang bertahun-tahun dilanda perang itu kian tak berkutik. Presiden Ashraf Ghani pun dikabarkan telah kabur meninggalkan kota tersebut.

Seorang pejabat tinggi Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengatakan Presiden Ghani sudah pergi ke Tajikistan.

Ketika dimintai komentar, kantor kepresidenan mengatakan "tidak bisa mengatakan apa pun menyangkut pergerakan Ashraf Ghani atas alasan keamanan".

Baca Juga: Pasukan Taliban Kepung Kota Kabul, Ingin Ambil Alih Kekuasaan Secara Damai

Sementara itu, kepala lembaga perdamaian Afghanistan Abdullah Abdullah tidak lagi menganggap Ghani sebagai presiden Afghanistan. Dalam pesan melalui video, Minggu, Abdullah menggambarkan Ghani sebagai mantan presiden.

Beberapa jam setelah kelompok Taliban memasuki Kabul, Abdullah mengeluarkan pernyataan yang menyalahkan Ghani atas situasi yang berlangsung saat ini di Afghanistan.

Perwakilan Taliban, sementara itu, mengatakan kelompok tersebut sedang memeriksa keberadaan Presiden Ghani.

"Petempur-petempur Taliban sedang memasuki ibu kota dari semua sudut", kata seorang pejabat tinggi kementerian dalam negeri kepada Reuters.

Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan kelompoknya bersiaga di daerah-daerah pinggir kota dan sedang berbicara dengan pemerintah Afghanistan --yang didukung negara-negara Barat-- untuk meminta pemerintah menyerah secara damai.

Baca Juga: Taliban Mengepung Kabul, Presiden Ashraf Ghani Tinggalkan Afghanistan

"Para petempur Taliban sedang bersiaga di semua pintu masuk Kabul sampai peralihan kekuasaan secara damai dan memuaskan disetujui," katanya.

"Para perwakilan Taliban dan pemerintah Afghanistan sebelumnya dijadwalkan melakukan pertemuan di Qatar pada Minggu," kata anggota tim perunding pemerintah, Fawzi Koofi, kepada Reuters.

Perundingan gagal

Sementara itu, Ashraf Ghani sendiri pada Minggu kemarin sudah meninggalkan istana kepresidenan di Kabul kepada gerilyawan Taliban yang melengserkan kekuasaannya dalam waktu beberapa pekan.

Dua kali terpilih sebagai presiden, keduanya dilalui dengan sengketa yang sengit, Ghani meninggalkan negaranya tanpa mengatakan ke mana akan pergi. Al Jazeera melaporkan kemudian dia telah terbang ke Uzbekistan.

"Untuk menghindari pertumpahan darah, saya pikir lebih baik pergi," kata dia menegaskan.

Ghani pertama kali menjabat sebagai presiden pada 2014 menggantikan Hamid Karzai yang memimpin Afghanistan setelah invasi pasukan sekutu pimpinan AS pada 2001.

Dia mengawasi penyelesaian misi tempur AS, penarikan pasukan asing yang hampir selesai dari Afghanistan, dan proses perdamaian yang kacau dengan pemberontak Taliban.

Ghani berupaya mengakhiri perang puluhan tahun sebagai prioritas meski gerilyawan Taliban terus menyerang pemerintahan dan pasukan keamanan. Dia memulai pembicaraan damai dengan mereka di ibu kota Qatar, Doha, pada 2020.

Namun negara lain merasa frustrasi dengan lambatnya kemajuan pembicaraan itu dan pada reaksi Ghani yang makin tajam. Seruan untuk membentuk pemerintah sementara pun makin meningkat.

Selama menjabat, dia telah mengangkat kaum muda dan berpendidikan untuk memimpin posisi yang dulu dijabat oleh sekumpulan figur elite dan jaringan patronasi.

Ghani berjanji memerangi korupsi yang merajalela, membenahi ekonomi yang rusak dan menjadikan Afghanistan penghubung perdagangan regional antara Asia Tengah dan Selatan. Namun, dia tak mampu memenuhi sebagian besar janjinya. ANTARA

Load More