Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Selasa, 01 November 2022 | 07:39 WIB
Terdakwa M Subchi Azal Tsani saat tiba di PN Surabaya [SuaraJatim/Yuliharto Simon]

SuaraJatim.id - Kemarin M Subchi Azal Tsani memberikan pembelaannya di PN Surabaya. Agenda sidang itu Pembacaan duplik (jawaban atas replik jaksa). Sidang itu dimulai sejak 10.12 Wib. Dilaksanakan di ruang Cakra PN Surabaya.

Terdakwa hadir dalam ruang sidang tersebut. Ia menggunakan kemeja biru dengan celana kain panjang berwarna hitam. Sidang itu masih dijalankan tertutup. Di depan PN Surabaya, sekelompok orang berkumpul. Mereka dari organisasi Persaudaraan Cinta Tanah Air (PCTA) Indonesia.

Mereka kembali melantunkan alunan doa dari lintas agama. Dua persidangan terakhir mereka berkumpul dibtempat itu untuk mendoakan terdakwa Bechi --sapaan akrab Subchi Azal Tsani. Berharap agar majelis hakim memberikan putusan bebas terhadap anak Kiai Mukhtar Mukthi.

Bedanya, kali ini terdapat dupa atau persembahan dalam doa bersama itu. "Kami sih berharap, hakim bijak dalam memberikan putusan nanti. Sesuai dengan fakta persidangan," kata Sekretaris Jendral DPP PCTA Indonesia Ismu Samsyudin, Senin 31 Oktober 2022.

Baca Juga: Teror Maling Motor di Kota Surabaya, Dua Kali Komplotan Beraksi Terekam CCTV

Sementara itu, Ketua Tim Penasihat Hukum terdakwa, I Gede Pasek Suardika mengatakan, duplik yang mereka berikan dalam sidang tersebut. Hanya 140 lembar. Hanya saja, sepanjang bergulirnya kasus pencabulan terhadap santriwati di pondok pesantren Shiddiqiyyah Jombang itu, ia menilai banyak kejanggalan.

Setidaknya ada 70 kejanggalan yang ia temukan. Salah satu diantaranya adalah surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang dikeluarkan oleh Polres Jombang. Surat itu dikeluarkan 31 Oktober 2019. Dua hari setelah saksi korban melaporkan kasus dugaan pencabulan itu.

Penghentian itu dilaksanakan setelah penyidik Satreskrim Polres Jombang, melakukan gelar perkara pada 21 Oktober 2019. Nomor SP3 itu adalah: SP.Tap/148/X/RES.1.24/2019Satreskrim.

"Penyidik Polres Jombang menyatakan kasus itu belum cukup bukti. Karena itu dihentikam. SP3 itu belum dicabut loh sampai sekarang. Pelapornya sama, alat bukti yang diberikan sama. Kenapa kok tiba-tiba perkara itu lanjut," kata Gede, saat ditemui usai persidangan.

Setelah itu, korban berinisial MDK, kembali melepor dengan nomor LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RES JBG pada 29 Oktober 2019. Tapi, laporan tersebut menggunakan bukti yang sama dengan laporan sebelumnya. Sayangnya, laporan itu diterima hingga membawa Bechi ke meja hijau.

Baca Juga: Menhub Evaluasi Rencana KCIC Garap Kereta Cepat Jakarta Surabaya

Tak hanya itu, visum yang diberikan juga ada tiga. Hasilnya pun berbeda-beda. "Tapi, itu semua yang dijadikan barang bukti jaksa untuk memberikan tuntutan ke klien saya dengan penjaran 16 tahun. Karena itu saya teriak," ucapnya.

Sidang itu memang banyak memakan waktu. Sekitar pukul 17.30 Wib sidang itu selesai. Wajar saja, semua kejanggalan itu diungkapkan oleh tim penasihat hukum dalam persidangan tersebut. "Kami berterimakasih majelis hakim sudah mau mengakomodir," terangnya.

Termasuk kejanggalan saat persidangan selama persidangan. Jaksa tidak mau menghadirkan saksi fakta. Hanya berpatok pada saksi yang hanya mendengar keterangan orang lain.

"Saksi yang selalu mengucapkan 'Katanya'. Padahal, saksi yang namanya selalu disebutkan tidak mau dihadirkan. Termasuk saksi berinisial YE," tegasnya.

Usai persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) Ahmad Jaya mengatakan, isi duplik yang diberikan hampir sama dengan isi pledoi terdakwa. Pada intinya meminta hakim memberikan putusa bebas kepada Bechi. "Kami tetap berkeyakinan bahwa perbuatan terdakwa terbukti," ucapnya.

Bahkan, terkait SP3 yang dikeluarkan penyidik Polres Jombang itu, sudah diuji dalam pra-peradilan. Namun, hakim yang memimpin sidang tersebut, menolak pra-peradilan yang diajukan oleh terdakwa.

"Sebenarnya itu bukan hal yang baru lagi buat kami. Itu kan sudah diuji," bebernya.

Kontributor : Yuliharto Simon Christian Yeremia

Load More