Scroll untuk membaca artikel
Baehaqi Almutoif
Sabtu, 11 Januari 2025 | 15:00 WIB
Ilustrasi hukum dan keadilan (Freepik/freepik)

Sementara Mahendra Suhartono, kuasa hukum dokter Mae'dy dalam pengajuan restitusi yang tidak dikabulkan majelis hakim membuatnya kecewa. Padahal, restitusi yang diajukan korban jumlahnya tidak sampai miliaran.

Beda dengan kasus-kasus yang lain. Hasil tersebut bukan subjektif. Karena telah divalidasi oleh LPSK. Hak restitusi korban juga sudah diatur dalam Perma 1/2022. Karena itu, ia heran restitusi tersebut tidak dikabulkan oleh majelis hakim.

“Terkait korban harus memilih menggunakan bantuan hukum dinas TNI AL dan fasilitas kesehatan TNI AL itu merupakan pilihan dan hak korban. Terpenting bukti nyata kerugian yang diderita akibat perbuatan terdakwa,” ucap Mahendra.

Dalam persidangan sebelumnya, terdakwa mengakui perbuatannya telah melakukan kekerasan fisik dengan melempar istrinya dengan guling, serta meludahi anaknya.

Baca Juga: Hari Armada, Ratusan Prajurit TNI AL Khidmat Kenang Perjuangan Pahlawan

“Banyak hal yang dijelaskan terdakwa dalam persidangan itu. Termasuk pengakuan terdakwa bahwa dirinya telah melakukan kekerasan terhadap klien kami. Juga kedua putrinya dari pernikahan terdakwa sebelumnya,” terangnya.

Tindak kekerasan itu berawal pada 28 April 2024. Saat itu, ibu kandung dr. Maedy Christiyani Bawolje, meminta tolong ke terdakwa dr Raditya Bagus untuk melakukan perpanjangan rujukan kontrol di RSAL dr Ramelan.

Karena waktu itu hari Minggu, permintaan perpanjangan rujukan untuk berobat tersebut baru bisa dilaksanakan keesokan harinya, Senin 29 April 2024.

Menurut pengakuan terdakwa, ibu mertuanya akan diantar putri pertama dr Maedy. Karena faktor kesibukan pekerjaan, dimana hari itu ia dan dr Maedy harus bekerja. Sedangkan putri pertama dr Maedy Christiyani di hari itu sedang di rumah.

Kontributor : Yuliharto Simon Christian Yeremia

Baca Juga: Emosi Tak Dijatah, Suami di Sumenep Aniaya Istri Sampai Meninggal

Load More