Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Kamis, 03 Juli 2025 | 11:38 WIB
Ilustrasi pernikahan di bulan Muharram. [Freepik.com/teksomolika]

Hal ini tidak bersifat wajib, tetapi lebih ke nilai kesopanan dan etika lokal. Maka, bagi yang tetap ingin menikah di bulan ini, tidak ada dosa atau larangan asalkan dilakukan dengan penuh hormat dan kesadaran sosial.

5. Menikah Boleh, Asal Tidak Berlebihan dalam Merayakan

Jika tetap ingin menikah di bulan Muharram, beberapa ulama dan tokoh adat menyarankan agar prosesi dilakukan secara sederhana. Hindari pesta besar-besaran atau perayaan yang berlebihan, untuk menjaga perasaan masyarakat yang memaknai bulan ini sebagai bulan duka.

Sikap ini bisa menjadi jalan tengah tetap menjalankan pernikahan tanpa menghilangkan sensitivitas budaya. Ini juga sejalan dengan ajaran Islam yang mengajarkan kesederhanaan dalam segala hal, termasuk dalam merayakan pernikahan.

Baca Juga: Doa Awal dan Akhir Tahun Islam 1 Muharram Latin dan Arti, Dibaca Kamis 26 Juni atau Jumat 27 Juni?

6. Menghargai Perbedaan Pandangan Adalah Kunci Keharmonisan

Tidak semua orang memiliki pandangan yang sama. Ada keluarga yang sangat menjaga tradisi, ada pula yang lebih fleksibel.

Jika dalam keluarga besar masih ada yang percaya bahwa bulan Suro adalah waktu yang kurang baik untuk menikah, maka sebaiknya dilakukan musyawarah untuk mencapai mufakat.

Toleransi dalam perbedaan pandangan menjadi kunci agar pernikahan tetap membawa kebahagiaan, bukan konflik. Menghargai nilai-nilai agama sekaligus memahami konteks budaya lokal akan menjadikan prosesi pernikahan lebih bermakna.

Menikah di bulan Muharram tidak dilarang dalam Islam. Namun, budaya Jawa memiliki tafsir sendiri terhadap bulan Suro sebagai bulan duka.

Baca Juga: Doa Awal Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 H: Arab, Latin, dan Waktu yang Dianjurkan

Maka, keputusan untuk menikah di bulan ini sah-sah saja, asal tetap mempertimbangkan adat dan menjaga kesopanan dalam bermasyarakat.

Kontributor : Dinar Oktarini

Load More