Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 12 September 2025 | 10:50 WIB
Tank Belanda bernama Jan cox disebut-sebut menjadi awal mula munculnya istilah Jancuk. [TikTok/Ibnu Hamied]

Kata ini tercatat dalam kamus Bausastra Jawa tahun 1939.[9] Penggabungan kata "jalok diencuk" (minta disetubuhi) kemudian melahirkan umpatan yang bernada sangat vulgar.

Namun, seiring berjalannya waktu, kata yang dulunya tabu ini mengalami ameliorasi atau pergeseran makna ke arah yang lebih positif dan netral di kalangan komunitas penggunanya.

Bagi arek-arek Suroboyo, "Jancuk" bukan lagi sekadar makian. Kata ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas dan budaya mereka yang egaliter, spontan, dan terbuka.

Budayawan Sudjiwo Tejo bahkan mempopulerkan "Jancuk" ke level filosofis melalui komunitas "Republik Jancukers".

Ia menganalogikan "Jancuk" seperti sebilah pisau. "Fungsi pisau sangat tergantung dari user-nya dan suasana psikologis si user. Kalau digunakan oleh penjahat, bisa jadi senjata pembunuh. Kalau digunakan oleh seorang istri yang berbakti pada keluarganya, bisa jadi alat memasak," ujarnya.

Kini, "Jancuk" bisa menjadi ekspresi untuk berbagai macam perasaan. Bisa untuk menunjukkan kemarahan ("Cok, gak usah cekel-cekel!"), kekaguman ("Wih, apik'e, Cok!"), atau sekadar sapaan akrab untuk teman dekat ("Cuk, nandi kon?").

Fleksibilitas makna inilah yang membuat "Jancuk" unik dan terus hidup, dari sebuah kata umpatan menjadi penanda keakraban yang khas Jawa Timuran.

Meta Deskripsi: Menelusuri asal-usul kata 'Jancuk' yang penuh misteri, dari dugaan nama tank Belanda, serapan bahasa asing, hingga evolusi maknanya dari umpatan tabu menjadi simbol keakraban dan identitas budaya Arek Suroboyo.

Baca Juga: Bella Anjani Mahasiswi IKADO Surabaya Dorong Generasi Z LAWAN 'Narsisme' dengan Buku Ilustrasi

Load More