- Tragedi Simpang Club 1945 jadi sisi kelam revolusi Surabaya, penuh kekacauan dan aksi balas dendam.
- Gedung Simpang Club dijadikan tempat penyiksaan dan eksekusi terhadap mereka yang dituduh pro-penjajah.
- Kisah ini mengingatkan bahwa perjuangan kemerdekaan juga meninggalkan luka dan pelajaran berharga.
Dalam kesaksiannya, Leonor menggambarkan suasana mencekam di dalam gedung Simpang Club. Para tawanan dipaksa menunduk, tidak boleh melihat ke sekitar, dan siapa pun yang melanggar langsung dieksekusi.
Ia menyebut dua nama yang menginterogasinya, Rustam dan Sutomo, nama yang identik dengan Bung Tomo.
Leonor juga menceritakan adegan eksekusi mengerikan di lantai dansa. Beberapa wanita ditusuk bambu runcing dan dibuang ke Kalimas. Ia menulis dalam kesaksiannya, “Neraka mungkin tidak lebih mengerikan daripada Simpang Club hari itu.”
4. Keterlibatan Bung Tomo Masih Diperdebatkan
Nama Bung Tomo memang disebut dalam beberapa kesaksian, tetapi kebenarannya masih menjadi perdebatan.
Menurut sejarawan Adi Setiawan dalam buku Surabaya, Di Mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu, Sutomo memang pernah bergabung dengan PRI, namun tidak sejalan dengan kepemimpinan Sumarsono.
Bung Tomo kemudian mendirikan BPRI atau Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia pada 12 Oktober 1945, sebelum tragedi Simpang Club terjadi.
Dalam otobiografinya, ia mengaku sempat diculik ke tempat itu. Karena itu, banyak peneliti menilai kesaksian Leonor bisa jadi keliru akibat situasi kacau dan ketidaktahuan terhadap tokoh-tokoh lokal pada masa itu.
Meskipun begitu, perdebatan mengenai keterlibatan Bung Tomo menunjukkan betapa tipis batas antara perjuangan dan kekerasan pada masa revolusi.
Baca Juga: 7 Rahasia Dahsyat di Balik Surah Yasin Ayat 9: Pelindung Diri dari Segala Bahaya
Di satu sisi, rakyat berjuang mempertahankan kemerdekaan, di sisi lain, amarah yang menumpuk selama masa penjajahan kadang berubah menjadi kekejaman.
5. Luka Sejarah yang Jarang Dibicarakan
Tragedi Simpang Club hanyalah satu bagian dari kekacauan besar pada masa bersiap di berbagai wilayah Indonesia.
Namun berbeda dengan kisah heroik 10 November, kisah ini jarang muncul dalam sejarah resmi. Tidak banyak arsip yang tersisa, dan para saksi semakin sedikit.
Kini Balai Pemuda berdiri megah di jantung kota Surabaya, menjadi pusat seni dan hiburan.
Tapi di bawah gemerlap lampu dan tawa, ada kenangan tentang darah dan teriakan yang dulu memenuhi tempat itu. Tragedi ini seakan tenggelam di antara cerita-cerita kepahlawanan yang lebih mudah diterima publik.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Dalih Belajar Agama Terbongkar, WNA Amerika Dideportasi dari Tulungagung
-
Kasus Polisi Bunuh Mahasiswi UMM Diduga Motif Harta, Keluarga Bantah Korban Hamil!
-
BP BUMN dan Danantara Lepas 1.000 Relawan Kemanusiaan dari Medan
-
Operasi Lilin Semeru 2025, 14 Ribu Personel Gabungan Dikerahkan Amankan Nataru di Jatim
-
Gunung Semeru Erupsi 11 Kali Sehari, Kolom Abu Capai 1 Kilometer di Atas Puncak