SuaraJatim.id - Narapidana teroris, Galih Aji Satria menghirup udara bebas setelah menjalani dua tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II Kabupaten Lamongan, Jumat (20/9/2019).
Pelepasan napi teroris yang terkait perakitan bom di Magetan, Jakarta dan Pasuruan itu dikawal anggota Densus 88 Mabes Polri, polisi dan BIN serta Yayasan Lingkar Perdamaian yang dibentuk Ali Fauzi mantan teroris bom Bali 1.
Warga Desa Panggul Kabupaten Trenggalek Jawa Timur itu dibebaskan sekitar pukul 07.40 WIB langsung melakukan sujud syukur di halaman lapas.
Galih mengaku bersyukur dan bahagia telah bebas dari tahanan dan siap kembali menjadi warga negara Indonesia yang baik. Tidak hanya itu, dirinya berpesan kepada semua pelaku teroris yang ada di Indonesia untuk segera insyaf dan kembali pada NKRI.
Baca Juga:Polisi Pantau Pergerakan Eks Napi Teroris Jelang Penetapan Hasil Pemilu
"Saya bahagia dan bersyukur. Pesan saya semoga rekan-rekan lainnya menyadari dan selalu cinta kepada tanah air Indonesia, memberikan sumbangsi segala keringat dan tenaga untuk Indonesia agar mempunyai nilai di mata dunia," kata Galih.
Bapak dua anak itu melanjutkan, setelah bebas dari tahanan ingin menjalani hidup normal berkumpul dengan keluarga dan membuat usaha warung makan di Trenggalek.
"Ke depan saya ingin membuat usaha warung makan di Trenggalek, hidup normal bersama keluarga," singkat Galih.
Untuk diketahui, Galih memiliki rekam jejak yang panjang pelaku teroris di Indonesia. Galih ditahan karena terlibat dalam perakit Bom kelompok JI, MMI dan Tim Hisbah.
Bahkan, ia memiliki banyak nama samaran, yakni Galih alias Goli alias Bambang Ari Wibowo alias, Hari Rahayu alias Mbah Marijan alias Andi Salman alias Hasby Raihan Bin Sumardi.
Baca Juga:Insaf, 6 Napi Teroris Ikut Pemilu 2019 di TPS Polda Metro Jaya
Pada Januari 2011, Galih tertangkap petugas lantaran kedapatan membawa bahan peledak saat dilakukan razia kepolisian di depan Markas Polres Magetan, Jawa Timur.
Galih kemudian dijatuhi hukuman 27 bulan oleh Pengadilan Negeri Magetan mulai 3 Mei 2011 dan mendapatkan bebas bersyarat pada 11 Juli 2012.
Sekira dua tahun kemudian, Galih kembali ditangkap Tim Densus 88 Antiteror di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Galih menjadi pengirim paket bom pipa dan Tupperware melalui paket pengiriman JNE ke Singkang Wajo, Sulawesi Selatan.
Kemudian Januari 2017, Galih yang menjadi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Kota Pasuruan, Jawa Timur kedapatan merakit benda mencurigakan yang diduga bom di dalam sel isolasinya setelah petugas melakukan razia rutin sel tahanan.
Sementara itu, dari empat narapidana teroris (Napiter) yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas II kabupaten Lamongan, satu orang masih menjadi narapidana yakni Supriyanto asal Jawa Tengah. Tiga yang sudah bebas yakni Toni Saranggalo asal Lamongan, Saifuddin Muhtar asal Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Galih Aji Satria asal Trenggalek.
Supriyanto yang terlibat jaringan teroris ditangkap densus 88 di Lampung pada tahun 2018 lalu itu masih terpapar paham radikalisme dan belum mengakui keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga pihak lapas terus berupaya melakukan pendekatan secara rutin.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan kelas II kabupaten Lamongan Ignatius Gunardi mengatakan dari empat narapidana teroris, tiga sudah bebas, tinggal satu yakni Supriyanto asal Jawa Tengah. Ia masih memiliki pemahaman keagamaan yang keras, belum bisa menerima dan bergaul selama di lapas, juga belum mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ignatius melanjutkan pihaknya terus melakukan pembinaan dan pendekatan secara keagamaan juga pendekatan secara kemanusiaan seperti yang selama ini dilakukan kepada narapidana teroris lainnya.
Sementara itu terkait bebasnya Galih Aji Satria pada Jumat (20/9/2019), Ignatius menjelaskan ada beberapa faktor yang membuatnya bebas, Galih pada awalnya cukup keras, namun satu tahun terakhir sudah kooperatif, setelah kami melakukan pendekatan sehingga menurun radikalismenya. Ia mau bergaul mengikuti kegiatan keagamaan bersama narapidana lainnya.
"Setelah melakukan pendekatan secara keagamaan satu tahun terakhir, ia bisa kooperatif, mau bergaul dengan narapidana lain seperti sholat berjamaah, tadarusan dan taraweh sewaktu bulan Ramadhan, istiqosah dan lain-lain," ucapnya.
Terakhir lanjut Ignatius, Galih bersedia kembali ke NKRI dengan membuat surat pernyataan dan kemudian kita komunikasikan untuk mendapatkan justice Collaborator dari densus. Selain itu, kami kirimkan surat pernah mengikuti deradikalisasi dari BNPT, setelah kami usulkan untuk mendapatkan remisi, sehingga mendapatkan remisi 20 bulan dari 7 tahun hukumannya.
"Kami usulkan kelengkapan itu untuk mendapatkan remisi sehingga total remisi yang didapatkan 20 bulan dari 7 tahun vonis hukumannya dan hari ini bebas," jelas Ignatius.
Kontributor : Tofan Kumara