Pegiat di Banyuwangi Ubah Stirofoam, Popok dan Handuk Bekas Jadi Bermanfaat

Pendiri Komplit Choirul Anwar mengatakan, pihaknya menerima donasi sekitar 20 kresek popok bekas setiap hari.

Chandra Iswinarno
Senin, 10 Februari 2020 | 04:00 WIB
Pegiat di Banyuwangi Ubah Stirofoam, Popok dan Handuk Bekas Jadi Bermanfaat
Hasil daur ulang stiriofoam hingga popok bayi. [Suara.com/Ahmad Mas'udi]

SuaraJatim.id - Riza Santoso (32), Warga Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, berjalan menenteng kresek hitam berisi popok sekali pakai atau diaper. Menyusuri pematang sawah, dia sampai ke sungai dan melempar kresek yang melembung penuh isi itu.

Riza mengatakan dirinya sadar perbuatan itu berdampak buruk pada lingkungan, tapi tak tahu cara lain menyalurkan popok bekas. Diapun lebih sering menguburnya di kebun atau pekarangan.

"Kita buang tapi dalam hati merasa miris. Desa kita tetap bersih, karena sampahnya turun ke hilir," kata Riza di Banyuwangi, Sabtu (8/2/2020).

Pengalaman tersebut, diakui Riza, dilakukannya beberapa tahun silam sebelum mengetahui cara mengolah limbah popok tersebut.

Baca Juga:Pabrik Daur Ulang Sampah Popok Bakal Dibangun di Jawa Timur

Tapi kini dia merasa lega bisa mendonasikan popok-popok bekas itu ke komunitas pendaur ulang sampah. Apalagi putrinya yang berusia 15 bulan menghabiskan sekitar tiga popok per hari, bahkan bisa tujuh popok bila sedang sakit.

Dua minggu sekali dia mengantarkan kresek berisi popok ke Komunitas Peduli Limbah Tamanbaru (Komplit). Diupayakannya juga merangkul posyandu-posyandu desa untuk mengumpulkan popok warga dan dikirim ke komunitas yang berlokasi di Jalan Karangasem, Kelurahan Tamanbaru, Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi itu.

Pendiri Komplit Choirul Anwar mengatakan, pihaknya menerima donasi sekitar 20 kresek popok bekas setiap hari. Pihaknya merendam popok-popok itu semalam dan memisahkan empat bagian yang bisa diolah lebih lanjut.

Air bekas rendaman bisa dijadikan pupuk cair, sementara endapan tinja dan kotoran lain dalam popok bisa diolah menjadi pupuk organik. Popok sendiri dibongkar hingga didapati kain yang empuk dan gel yang dikumpulkan terpisah.

Kain dibuatnya menjadi pot bunga dan bantal, namun sebetulnya bisa dibuat benda lain seperti jok, peredam suara dinding dan pengisi boneka. Sedangkan, gel dicampur cairan kimia buatannya sendiri yang memberi efek seperti lem dan dicetak dalam berbagai bentuk.

Baca Juga:Tinjauan Umum Daur Ulang Logam, Pentingnya, dan Proses Daur Ulang

"Gel sudah kami buat asbak, batu bata ringan, dan paving. Tapi seberapa kuat belum diuji. Ramuan khususnya sedang saya daftarkan ke Haki (hak cipta/intelektual)," kata Choirul di rumahnya pada Minggu (9/2/2020).

Lima bulan dalam berpraktik, diakuinya, masih menemukan kendala tempat pengolahan yang terlalu sempit dan pengeringan kain, apalagi saat musim hujan. Bila tanpa kendala, komunitas itu sebetulnya mampu mengolah hingga 200 popok per hari.

Produk yang dihasilkan dijual tanpa bandrol harga, yang biasa dibayar pembeli Rp 100 ribu dibarengi niat berdonasi. Sebagian hasilnya juga didonasikan, baru-baru ini kepada seorang penderita kanker getah bening di Banyuwangi.

"Kebanyakan orang beli sambil donasi, biar saya jalan, karena mereka tahu saya dari dana swadaya sendiri," katanya.

Demikian juga yang dilakukan Warga Lingkungan Krajan, Kelurahan/Kecamatan Kalipuro Eni Kustanti. Dia mengolah kain kaos dan handuk, serta stirofoam bekas menjadi pot-pot bunga berbagai ukuran dan warna.

Dengan label 'Green Jasmine', Eni menjual pot-pot itu dengan nominal Rp 10 ribu hingga 20 ribu. Dari kain biasanya dibentuk menjadi pot dengan permukaan kasar, sedangkan dari stirofoam pemukaannya bisa halus seperti keramik.

Hasil daur ulang stiriofoam hingga popok bayi. [Suara.com/Ahmad Mas'udi]
Hasil daur ulang stiriofoam hingga popok bayi. [Suara.com/Ahmad Mas'udi]

"Stirofoam itu kan dibuang, tersedia banyak, terus nggak laku. Bahannya dikasih teman, sampai sekarang belum pernah beli," katanya.

Dia mengatakan beberapa kawan membahas daur ulang sampah di Facebook yang membuatnya ingin mencoba. Sepuluh bulan lalu, dibantu tutorial YouTube, dirinya memunguti lagi styrofoam yang telah dibuang dan mengolahnya.

Styrofoam diblender atau diparut, lalu dicampur semen dengan perbandingan 1:1 dan dicetak untuk dikeringkan dalam semalam. Sementara kain kaus dan handuk dicampur adonan semen dan dibentuk pot yang akan kaku setelah kering.

"Mereka lebih suka memberikan stirofoam ke saya daripada membuat sendiri. Siapa yang mau kotor-kotor dan enggak telaten ya," katanya.

Laporan Bank Dunia dalam Hotspot Sampah Laut Indonesia pada Tahun 2018, membagi sampah laut Indonesia dalam tujuh kelompok. Sampah popok masuk dalam kelompok sampah plastik yang mencakup beragam materi polimer sintetis.

Laporan itu juga menyebutkan lima negara di Asia Timur menyumbang lebih dari 50 persen sampah plastik di lautan. Penyumbang terbesar meningkatnya krisis pencemaran plastik di lautan itu berurutan dari yang terbanyak, China, Indonesia, Vietnam, Filipina, dan Thailand.

Indonesia berada di posisi kedua, diperkirakan menurunkan 0,48 hingga 1,29 juta ton metrik sampah plastik per tahun. Studi Bank Dunia What a Waste pada Tahun 2012, mengansumsikan banyak sampah plastik di Indonesia sebanyak 12 persen dari jumlah seluruh sampah negeri ini.

Hasil pengambilan sampel sampah di aliran air kota-kota besar di Indonesia menunjukkan 21 persen berupa popok, 16 persen kresek, 5 persen kemasan plastik, 1 persen botol plastik, 4 persen gelas dan logam, 9 persen plastik lain serta 44 persen organik.

"Temuan lain yang menarik adalah timbulan popok sekali pakai yang signifikan dalam sampel sampah yang diambil," tertulis dalam laporan tersebut.

Masih dari Hotspot Sampah Laut Indonesia, tercatat ada lima pusaran bentang sampah mengambang di lautan dunia. Lima dataran mengambang seberat 150 juta ton itu diperkirakan meningkat menjadi 250 juta ton bila tren urbanisasi, produksi dan konsumsi yang ada tidak diubah.

Kontributor : Ahmad Su'udi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini