Kisah Pilu Sumisih Digusur Dua Rezim Berdalih Proyek Strategis Nasional

Sumisih mengaku, tempat tinggalnya pernah digusur kala Presiden Soeharto masih bercokol.

Chandra Iswinarno
Sabtu, 08 Agustus 2020 | 07:30 WIB
Kisah Pilu Sumisih Digusur Dua Rezim Berdalih Proyek Strategis Nasional
Warga Desa Kedung Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban mendatangi kantor desa, beberapa waktu lalu. [Suara.com/Andri Yanto]

Menurut Sumisih, kebijakan rezim saat itu yang 'memaksa' warga pindah rumah tidak seperti sekarang yang kerap melakukan sosialisasi.

"Di masa Orde Baru caranya beda. Hening, tidak ada pemberitahuan, hanya pemberitahuan sekali, rapat kemudian diukur dan dikasih waktu 15 hari untuk pindah. Tidak patuh ya begitu (langsung penjara). Tidak seperti sekarang yang ramai (pegawai dan aparat keamanan). Meskipun begitu tetap saja menakutkan," katanya.

Pun Sumisih kembali berkisah, waktu itu warga ketiga desa yang digusur memutuskan tidak ingin melakukan protes keras, lantaran takut dengan ancaman kurungan.

"Sempat almarhum (suami Sumisih) menolak kebijakan waktu itu. Lalu ditakut-takuti akan dibawa paksa. Untungnya masih ditolong kakek. Si kakek malah mengancam balik, jika cucuku (suaminya) kalian bawa, Tuban akan kujadikan merah. Memang waktu itu kakek adalah orang hebat," jelasnya.

Baca Juga:Ngadu ke Jokowi, 173 Petani Deli Serdang Tiba di Serang, Longmarch 41 Hari

Akhirnya, dengan terpaksa keluarganya menuruti keinginan pemerintah. Percuma saja jika melawan, katanya, karena tidak ada warga yang berani menentang rezim saat itu.

Warga Desa Sumurgeneng dan Wadung, Kecamatan Jenu mendatangi kantor BPN Tuban meminta tidak lagi mengukur tanah yang tidak akan dijual oleh warga, Senin (3/8/2020). [Suara.com/Andri Yanto]
Warga Desa Sumurgeneng dan Wadung, Kecamatan Jenu mendatangi kantor BPN Tuban meminta tidak lagi mengukur tanah yang tidak akan dijual oleh warga, Senin (3/8/2020). [Suara.com/Andri Yanto]

Terpaksa Pindah

Pun mereka kemudian memilih pindah membangun rumah dan membina bahtera keluarganya di tempat tinggal yang baru, Desa Wadung RT 01/RW 03.

"Semenjak itu dalam hati (saya) bersumpah jangan sampai kejadian ini terulang lagi pada anak dan cucuku. Tapi setelah beberapa puluh tahun, tepatnya pada Januari 2019. Rumah kami kembali terancam oleh rencana pemerintah yang bakal dijadikan kilang minyak atau tempat pengolahan minyak."

Tak mau kejadian serupa terulang, segala cara telah dilakukannya untuk mempertahankan lahan dan rumahnya. Mulai berdoa siang dan malam, memasang papan di depan rumahnya, bertuliskan 'Tanah Kami Harga Mati, Tidak Dijual', hingga menolak pengukuran tanah dan unjuk rasa di kantor BPN.

Baca Juga:Warga Tolak Jual Lahannya untuk PSN Jokowi, Puluhan Aparat Diturunkan

Selain itu, dia bersama belasan pemilik lahan yang lain telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dengan harapan tidak digusur kembali.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini