Mengenang Heroisme Gubernur Jatim Pertama Kali, RM Suryo

Empat hari kemudian jenazah Gubernur Soerjo ditemukan di Kali Kakah, Dukuh Ngandu, Ngawi, kemudian dimakamkan di Magetan.

Muhammad Taufiq
Senin, 12 Oktober 2020 | 15:42 WIB
Mengenang Heroisme Gubernur Jatim Pertama Kali, RM Suryo
RM Suryo, Gubernur Pertama Jawa Timur (Foto: Wikipedia)

SuaraJatim.id - Raden Mas Suryo atau RM Suryo belum genap tiga bulan menjabat sebagai gubernur Jawa Timur ketika pasukan Inggris mendarat di Pelabuhan Tanjuk Perak, Surabaya, 23 Oktober 1945.

Jawa Timur merupakan provinsi baru karena usia negeri ini memang masih bayi. Pergolakan perang, sosial politik dan pemerintahan menjadi masalah pelik siapapun yang menjabat waktu itu. Tidak terkecuali bagi RM Suryo.

November 1945 dicatat sebagai hari paling berdarah di Jawa Timur, khususnya Kota Surabaya. Inggris yang datang bersama sekutu datang untuk melucuti senjata pasukan Jepang yang kalah perang.

Dikutip dari buku: Jejak-jejak Pahlawan karya J.B Sudarmanto, ternyata pasukan NICA (Nederlandsch Indies Civiel Administration) ke Surabaya membonceng pasukan Inggris. Situasi itulah yang membuat panas laskar rakyat sehingga bentrok-bentrok kecil kerap terjadi.

Baca Juga:Surabaya Jadi Destinasi Pemasaran BMW X3 dan X4 M Competition

Nah, Gubernur Suryo yang belum genap menjabat tiga bulan itu dihadapkan pada situasi pelik semacam itu. Apalagi setelah Jenderal Mallaby, komandan pasukan Inggris tewas di Kota Surabaya.

Kemudian ketika pasukan Inggris marah dan mengultimatum agar semua orang Indonesia yang bersenjata, terutama rakyat Surabaya menyerah paling lambat 10 November 1945.

Bila tuntutan tersebut tidak dituruti maka Surabaya akan dibumi hanguskan oleh meriam-meriam Inggris. Pemerintah Pusat di Jakarta kerepoten meredam emosi Inggris pada waktu itu. Sampai akhirnya semua keputusan nasib Kota Surabaya diserahkan kepada pemerintah daerah.

"Gubernur Jawa Timur (Suryo) kemudian mengadakan perundingan dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Hasil keputusan bulat menolak ultimatum Inggris tersebut," demikian ditulis J.B Sudarmanto dalam bukunya.

Bisa ditebak, pembangkangan ultimatum ini membuat Inggris murka. Mereka memborbardir Kota Surabaya. Perang sengit pun akhirnya terjadi antara Inggris melawan barisan tentara rakyat. Jutaan orang menjadi korban dalam perang yang dikenal sebagai Perang 10 November 1945 itu.

Baca Juga:Seorang Pegawai Positif COVID-19, DPRD Kota Batu Lockdown

Karena perang berkecamuk sangat dahsyat, Gubernur Suryo lantas memindahkan pemerintahan provinsi ke Mojokerto, kemudian pindah ke Malang, Jawa Timur, sampai perang berakhir. 

Pada Juni 1947 kemudian Suryo diangkat sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang berkedudukan di Yogyakarta. Ia bahkan sempat ditawari sebagai gubernur di wilayah Sumatera Barat.

Namun tiga tahun berselang sejak diangkat sebagai anggota DPA, pergolakan politik kian memanas, terutama saat Partai Komunis Indonesia (PKI) kian membesar.

Ceritanya, pada 10 November 194, Suryo hendak menghadiri acara 40 hari meninggalnya adik yang dibunuh oleh PKI di Madiun. Ia dalam perjalanan dari Yogyakarta ke Madiun.

Di tengah jalan, tepatnya di Desa Bogo, Kabupaten Ngawi, mobilnya berpapasan dengan sekelompok orang dari PKI di bawah pimpinan Maladi Jusuf. Dari awah berlawanan datang iring-iringan mobil yang dikendarai Komisaris Besar Polisi M Duryat dan Komisaris Polisi Suroko.

Mereka semua lalu dicegat oleh iring-iringan PKI, lantas dibawa ke Hutan Sonde. Di sana mereka dieksekusi dengan tragis. Empat hari kemudian jenazah Gubernur Soerjo ditemukan di Kali Kakah, Dukuh Ngandu, Ngawi, kemudian dimakamkan di Magetan.

Gubernur Soejo lahir dengan nama kecil Ario Soerjo (ejaan lama) yang kemudian dikenal sebagai Raden Mas Soerjo. Lahir pada 9 Juli 1898 di Magetan, ayahnya Raden Mas Wiryosoemarto adalah Ajun Jaksa di Magetan.

Setelah menamatkan pendidikannya di OSVIA (Sekolah pamongpraja) pada 1918 menjadi pamongpraja di Ngawi. Dua tahun kemudian, 1920 dipindah ke Madiun sebagai Mantri Veldpolitie. Dua tahun setelahnya masuk ke sekolah polisi di Sukabumi.

Ketika sekolah polisi selesai Ia menjabat sebagai asisten Wedana di sejumlah tempat. Dan karena prestasinya itu Suryo kemudian mendapat tugas belajar di Bestuur School (sekolah calon bupati di Jakarta).

Selepas pendidikan di Bestuur School lalu menjadi Wedana di beberapa tempat. Namun pada 1938 diangkat menjadi bupati di Magetan. Jabatan tersebut Ia emban sampai tentara kekaisaran Jepang (Dai Nippon) masuk dan menduduki sejumlah wilayah di Indonesia.

Waktu itu banyak jabatan bupati yang dipreteli oleh Jepang. Namun Suryo justru diangkat sebagai kepala Suchokan (residen) di Bojonegoro. Lalu pergolakan tahun 1945 terjadi, Indonesia lahir.

Selepas proklamasi kemerdekaan, RM Suryo diangkat sebagai gubernur di Jawa Timur untuk pertama kali. RM Suryo meletakan dasar kepemimpinan kuat di Jawa Timur sampai sekarang sejak 75 tahun lalu.

Sekarang, 12 Oktober 2020, provinsi di ujung timur Jawa ini meyakan ulang tahunnya yang ke 75 tahun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini